AKSES INFORMASI KEUANGAN

Ini 7 Alasan Pemerintah Buka Akses Data Nasabah

Redaksi DDTCNews | Selasa, 06 Juni 2017 | 11:17 WIB
Ini 7 Alasan Pemerintah Buka Akses Data Nasabah

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan menjabarkan tujuh faktor atau alasan pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1 tahun 2017 dengan Peraturan Menteri Keuangan No.70 tahun 2017 sebagai ketentuan turunannya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan faktor pertama yaitu mengingat krisis keuangan global tahun 2008 yang menimbulkan perlambatan dan ketidakpastian ekonomi dunia. Untuk dapat bangkit dari krisis diperlukan sumber pendanaan untuk membiayai penyehatan sektor keuangan dan stimulus ekonomi, terutama dari pajak. 

"Faktor kedua, upaya penghimpunan pajak terhambat karena praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion), yang salah satunya dilakukan dengan cara menggeser profit dan menyimpan uang dari hasil kegiatan tersebut di negara-negara suaka pajak (tax havens) atau Offshore Financial Center," ujarnya di Kementerian Keuangan Jakarta, Senin (5/6).

Baca Juga:
Sri Mulyani Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan 5,1-5,5 Persen

Adapun faktor ketiga yaitu masih banyak aset orang Indonesia yang tersimpan di luar negeri. Berdasarkan data dari Boston Consulting Group 2013 terdapat USD8,5 triliun aset disembunyikan di negara-negara, seperti Swiss, Hong Kong, Singapura, Panama, Luxemburg, dan Uni Emirat Arab. 

Selain itu, data dari Washington Post diperkirakan bahwa 0,01% dari populasi dunia (high net worth individuals) menguasai sekitar 50% dari seluruh offshore assets di dunia, dan 25%-nya diperkirakan disembunyikan di luar negeri. 

Faktor keempat, yakni pada 2010 Amerika Serikat menerbitkan kebijakan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) yang mengharuskan semua Lembaga Keuangan Asing untuk memberikan informasi tentang nasabah mereka yang merupakan warga negara AS ke Internal Revenue Service (IRS).

Baca Juga:
Di Depan DPR, Sri Mulyani Komitmen Terapkan Perjanjian Pajak Global

Terdorong dengan kebijakan tersebut, 620 sepakat untuk menerapkan Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI) secara global, dengan mengadopsi Common Reporting Standard (CRS) yang disusun oleh OECD bersama G20. 

Kemudian faktor kelima karena sebanyak 100 negara atau yurisdiksi telah berkomitmen untuk ikut serta dalam AEOI, dengan 50 negara mulai bertukar pada tahun 2017, den 50 negara lainnya pada 2018. 

Faktor keenam yaitu dalam melaksanakan AEOI, pemerintah Indonesia menandatangani Multilateral CompetentAuthority Agreement (MCAA) pada tanggal 3 Juni 2015 untuk mulai bertukar pada 2018. 

Sementara itu faktor terakhir karena sudah diketahui sekitar 43% dari total aset yang dideklarasikan dalam program pengampunan pajak terdiri dari kas dan setara kas serta investasi dan surat berharga yang menjadi potensi besar bagi penerimaan pajak. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 20 Mei 2024 | 15:17 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Tahun Depan 5,1-5,5 Persen

Senin, 20 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal PPN 12 Persen, Sri Mulyani: Kami Serahkan ke Pemerintah Baru

BERITA PILIHAN