Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan materi paparannya dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mencatat kinerja APBN hingga September 2022 tercatat masih mengalami surplus senilai Rp60,9 triliun. Angka tersebut setara 0,33% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan surplus itu menandakan pengelolaan APBN yang masih kuat. Surplus terjadi karena realisasi pendapatan negara tercatat Rp1.974,7 triliun, sedangkan belanja negara tercatat senilai Rp1.913,9 triliun.
"Surplus ini sudah lebih dari bulan sebelumnya, namun ini adalah situasi yang jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu bulan September itu kita defisitnya Rp451,9 triliun," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat(21/10/2022).
Sri Mulyani menuturkan surplus APBN tersebut melanjutkan tren dari yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya. Meski demikian, surplus hingga September 2022 sudah lebih kecil ketimbang posisi bulan lalu yang senilai Rp107,4 triliun.
Melalui Perpres 98/2022, defisit APBN 2022 yang semula dirancang senilai Rp868 triliun atau 4,85% PDB, kini turun menjadi Rp840 triliun atau 4,5% PDB. Menurut outlook pemerintah, realisasi hingga akhir tahun diperkirakan hanya Rp732,2 triliun atau 3,92% PDB.
Sri Mulyani menyebut pendapatan negara hingga September 2022 mengalami pertumbuhan sampai dengan 45,7%. Dia mencatat pendapatan negara sejumlah Rp1.974 triliun, utamanya ditopang oleh penerimaan perpajakan.
Penerimaan perpajakan tercatat senilai Rp1.542,6 triliun, yang terdiri atas penerimaan pajak Rp1.310,5 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp232,1 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp431,5 triliun.
"Sisi pendapatan menggambarkan semuanya hijau, positif, tinggi, yang menggambarkan pemulihan ekonomi yang cukup baik, reform yang kita lakukan, dan juga harga komoditas yang meningkat," ujarnya.
Dari sisi belanja, lanjut Sri Mulyani, realisasinya sudah mencapai Rp1.913,9 triliun, yang terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.361,2 triliun serta belanja transfer ke daerah dan dana desa Rp552,7 triliun.
Menurutnya, belanja K/L masih perlu diakselerasi, sedangkan belanja non-K/L sudah melonjak tinggi terutama untuk membayar kompensasi energi.
Dia menambahkan surplus APBN hingga September 2022 juga membuat pembiayaan anggaran menurun 30,9%. Menurutnya, pemerintah akan terus menggunakan APBN sebagai shock absorber di tengah kenaikan harga komoditas, terutama energi.Â
Surplus APBN tersebut juga menjadi bekal untuk menghadapi 2023 yang diperkirakan akan tidak baik.
"Ini turnaround dari APBN kita yang masih cukup solid sampai dengan September," imbuhnya. (sap)