Kota Muscat, Oman. (Foto: Justravelous)
MUSCAT, DDTCNews – Pemerintah Oman akan segera melakukan reformasi pajak guna mengamankan penerimaan negara yang terkena dampak dari harga minyak yang rendah. Hal ini juga dilakukan sebagai bentuk komitmen untuk menyeimbangkan anggaran keuangan pada 2020.
Managing Partner EY Oman Ahmed al Esry Amor mengatakan reformasi pajak yang dilakukan pemerintah ini bertujan untuk memperluas basis pendapatan non-minyak. Salah satu caranya yaitu dengan menaikan tarif pajak penghasilan badan dan meningkatkan jumlah penghasilan tidak kena pajak.
“Semua perkembangan ini menunjukkan semakin pentingnya pajak sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah,” ungkapnya, Senin (20/2).
Baru-baru ini Pemerintah Oman mengeluarkan aturan Royal SK No. 9/2017 pada 19 Februari 2017. Dalam aturan tersebut dikatakan reformasi pajak yang dilakukan berupa meningkatkan tarif pajak penghasilan badan dari 12% menjadi 15%, kenaikan tarif pajak dua kali lipat atas produk tembakau, alkohol, minuman energi dan produk lainnya yang sejenis, serta menaikan jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) menjadi OMR30.000 (Rp1 miliar).
Reformasi pajak ini telah diwacanakan sejak 2015 dan Pemerintah Oman berencana untuk mengumumkan kenaikan pajak perusahaan pada 2016. Namun, rintangan yang terjadi selama proses pembahasan legislatif menyebabkan tertundanya pelaksanaan reformasi pajak.
Sementara itu, Mubeen Khan Ketua Institute of Chartered Accountants of India (ICAI) Muscat mengatakan kenaikan tarif pajak yang diusulkan Pemerintah Oman sebesar 15% ini dinilai juga masih menjadi salah satu yang terendah di dunia.
“Tarif pajak penghasilan rata-rata di seluruh dunia adalah sekitar 30-34%. Oman menjadi salah satu negara yang memiliki Undang-Undang Pajak paling sederhana dibandingkan dengan negara lain di dunia,” ungkap Khan seperti dikutip dalam Zawya.
Mengenai dampak dari kenaikan tarif pajak pada perusahaan Khan mengatakan kebijakan itu tidak akan berdampak besar. Namun, beberapa sektor seperti perdagangan dan jasa mungkin akan terpengaruh. “Selain itu, Pemerintah juga harus berhati-hati agar tidak merugikan sektor manufaktur,” pungkasnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.