Lanskap Kota Seoul, Korea Selatan, pada malam hari.
SEOUL, DDTCNews–Pemerintah Korea Selatan telah mengenakan PPN atas pendapatan dari iklan daring dan cloud computing sejak Desember 2018. Ketentuan tersebut kemudian diperluas dan menyasar penjualan aplikasi oleh Google Play dan App Store Apple.
Melalui penerapan PPN atas layanan digital tersebut, otoritas pajak negeri Ginseng ini melaporkan menghimpun pendapatan pajak senilai KRW203,4 triliun atau setara dengan Rp2,6 kuadriliun dalam 8 bulan pertama 2019.
“Jumlah tersebut terhitung lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, di mana penerapan aturan PPN ini berhasil memberikan tambahan pendapatan pajak senilai KRW 206, triliun [atau Rp2,7 kuadriliun],” demikian kutipan data dari TaxNotes, Sabtu (11/10/2019),
Di sisi lain, dalam konteks pajak penghasilan, Pemerintah Korea Selatan juga dilaporkan menyiapkan undang-undang untuk mengenakan pajak yang menyasar Amazon, Apple, Google, dan perusahaan digital lainnya yang tidak memiliki bentuk usaha tetap (BUT) di negara tersebut.
Bahkan Kementerian Keuangan dan Ekonomi telah merencanakannya sejak Agustus 2018. Selain itu, otoritas keuangan setempat juga menelusuri pendapatan luar negeri yang tidak dilaporkan oleh pekerja kreatif yang bergerak di layanan digital sejak akhir 2019,
Adapun penelusuran itu menggunakan informasi yang diperoleh dari data transaksi perbankan. Berdasarkan penelusuran tersebut, pemerintah mengestimasi besarnya pendapatan yang bakal didapatkan negara ditengarai KRW1 miliar setara dengan Rp13,1 miliar.
“Kementerian Ekonomi dan Keuangan menggunakan informasi yang disediakan Bank Korea untuk mengidentifikasi para influencer dan content creator yang setidaknya memperoleh penghasilan dari luar negeri senilai US$10.000 setiap tahunnya,” demikian kutipan pernyataan Kementerian Keuangan dan Ekonomi.
Sebagai informasi, ketentuan ambang batas ini merujuk pada aturan hukum terkait dengan informasi transaksi perbankan untuk perpajakan. Namun, ambang batas tersebut sempat menuai kritik dikarenakan nilainya yang terlalu tinggi.
Beberapa pihak menyatakan ada potensi penghindaran pajak melalui pengalihan penghasilan kepada pihak ketiga dikarenakan batasan yang terlalu tinggi. Terlebih, mereka memandang penerimaan pajak dari para pekerja kreatif berbasis digitalisasi ini dapat menjadi lebih besar lagi.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Ekonomi dan Keuangan mengatakan masih menunggu hasil akhir dari OECD yang kini tengah berupaya menyusun konsensus global atas tantangan pajak di era ekonomi digital. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.