Universitas Islam Sultan Agung

Edi Slamet Irianto Dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan Unissula

Muhamad Wildan
Jumat, 09 September 2022 | 11.15 WIB
Edi Slamet Irianto Dikukuhkan sebagai Profesor Kehormatan Unissula

Pengukuhan Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara Edi Slamet Irianto sebagai Guru Besar Kehormatan Bidang Ilmu Hukum (Politik Hukum Pajak) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) oleh Rektor Unissula Gunarto pada Jumat (9/9/2022).

SEMARANG, DDTCNews – Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak (DJP) Jakarta Utara Edi Slamet Irianto dikukuhkan sebagai Guru Besar Kehormatan Bidang Ilmu Hukum (Politik Hukum Pajak) Universitas Islam Sultan Agung (Unissula).

Pengukuhan dilakukan langsung oleh Rektor Unissula Gunarto pada hari ini, Jumat (9/9/2022). Dalam upacara pengukuhan ini, Edi menyampaikan pidato atau orasi ilmiah bertajuk Politik Hukum Pajak Transformatif: Prasyarat Sukses Menuju Indonesia Emas.

Edi menyampaikan reformasi perpajakan terus dilakukan DJP. Sejak reformasi perpajakan pada 1983 hingga sekarang, banyak kemajuan yang dicapai. Saat ini, layanan pajak menjadi lebih mudah diakses menggunakan teknologi informasi tanpa dipungut biaya.

Pegawai pajak, sambungnya, makin profesional. Pengawasan dan pemeriksaan juga telah dilakukan berdasarkan pada analisis risiko. Para pembayar pajak juga telah diberi ruang yang cukup untuk menyampaikan hak-hak hukumnya.

Dukungan kementerian dan lembaga terhadap pajak juga makin meningkat. Contohnya dalam bentuk penyampaian informasi untuk kepentingan perpajakan. Regulasi perpajakan juga terus disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, politik, dan sosial, baik pada level nasional maupun global.

“Namun, pemerintah masih perlu melakukan evaluasi menyeluruh dengan pisau analisis konstitusi negara dan prinsip pemungutan pajak yang berlaku universal,” ujar Edi.

Menurut Edi, upaya untuk terus menjalankan reformasi tersebut bukanlah hal yang mudah mengingat besarnya pengaruh kelompok kepentingan. Selain itu, Indonesia telah menjadi bagian dalam sistem perekonomian global.

Secara garis besar, sambungnya, terdapat beberapa pemikiran yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pajak pada masa mendatang.

Pertama, perumusan norma hukum pajak harus memosisikan kepentingan negara untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.

Kedua, perumusan norma hukum pajak harus mencerminkan rasa keadilan, baik vertikal maupun horizontal. Ketiga, pemberian fasilitas perpajakan seharusnya diprioritaskan untuk membantu masyarakat ekonomi lemah.

Keempat, perumusan norma hukum pajak untuk pengelolaan sumber daya alam (SDA) seharusnya memosisikan negara sebagai pemilik SDA.

“Menyongsong era 2045, sudah saatnya pungutan pajak dikaji dan dinilai dengan paradigma baru. Pajak merupakan saham politik rakyat atas negara, sehingga rakyat memiliki hak-hak istimewa dalam setiap proses politik untuk menentukan kebijakan negara," ujar Edi.

Edi mengatakan diperlukan langkah berani pemerintah untuk melakukan terobosan guna merespons masalah hukum pajak yang terus berkembang. Indonesia membutuhkan rakyat taat pajak. Oleh karena itu, perlu dibangun demokrasi deliberatif yang bisa menjadi fondasi ketahanan penerimaan negara.

"Ketangguhan ketahanan penerimaan negara menjadi keniscayaan untuk mewujudkan Indonesia Emas," tutur Edi.

Untuk mewujudkan ketaatan pajak di tengah masyarakat, sambungnya, pemerintah perlu melakukan kodifikasi norma pengaturan perpajakan yang ada menjadi satu undang-undang perpajakan Indonesia.

"Undang-undang perpajakan Indonesia merupakan integralisasi dari seluruh undang-undang pajak yang ada, sehingga norma pengaturannya harus komprehensif, holistik, dan sangat tidak multitafsir," ujar Edi.

Selanjutnya, Edi juga mengusulkan adanya ruang kewenangan yang lebih besar untuk mendukung pelaksanaan penggunaan NIK sebagai NPWP dalam Perpres 83/2001. Ruang kewenangan yang lebih besar diperlukan mengingat populasi Indonesia sudah mencapai 270 juta.

Menurutnya, dampak turunan dari penggunaan NIK sebagai NPWP juga perlu diantisipasi secara bijaksana dengan mengutamakan kepentingan negara yang lebih besar. Pekerjaan besar ini, lanjut dia, tidak dapat diselesaikan oleh lembaga setingkat eselon I. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.