KEPATUHAN PAJAK

DPR: Relaksasi Ini Seharusnya Dijalankan Setelah Tax Amnesty

Redaksi DDTCNews | Selasa, 26 Maret 2019 | 15:27 WIB
DPR: Relaksasi Ini Seharusnya Dijalankan Setelah Tax Amnesty

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun.

JAKARTA, DDTCNews – Indonesia diklaim berhasil menjalankan program pengampuanan pajak atau tax amnesty. Namun, pemerintah dinilai lupa melaksanakan kebijakan lanjutan setelah program itu berakhir.

Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan program pengampunan pajak tidak serta—merta selesai setelah 2016 dan 2017. Relaksasi kebijakan harus dilakukan pascaselesainya periode pengampunan pajak. Hal ini yang terlewat untuk dilakukan.

“Fase berikutnya dari tax amnesty adalah relaksasi karena wajib pajak sudah tidak ada lagi yang disembunyikan,” katanya dalam seminar 'Kebijakan Reformasi Perpajakan 2019-2024 Menuju Kemandirian dan Keberlanjutan APBN di Era Revolusi Industri 4.0', Selasa (26/3/2019).

Baca Juga:
Besok Siang, Telepon dan Live Chat Kring Pajak Dihentikan Sementara

Politisi Partai Golkar itu menyebutkan relaksasi yang dimaksud adalah berupa penurunan tarif. Menurut Misbakhun, setelah program tax amnesty selesai, pemerintah tidak kunjung menyentuh aspek penurunan tarif yang juga sudah dijanjikan dari awal.

Menurutnya, tingkat kepatuhan bisa dikerek naik secara signifikan jika kebijakan tax amnesty diikuti dengan relaksasi aturan pajak. Hal tersebut akan secara langsung dapat menjadi sumber penerimaan baru dalam jangka panjang.

“Negara harus siap tanggung pengorbanan dari penerimaan yang hilang. Itu yang dilakukan oleh Presiden Trump saat menurunkan tarif pajak,” paparnya.

Baca Juga:
DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Misbakhun mencontohkan kebijakan pajak AS di bawah administrasi Trump terbukti ampuh mendongrak ekonomi. Meskipun masih dipertanyakan keberlanjutan ekonomi AS pascapemangkasan tarif pajak, setidaknya hal tersebut memberikan contoh bagaimana kebijakan fiskal menjadi alat efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Potong pajak AS timbulkan defisit anggaran sebesar US$1,5 triliun. Namun, dengan itu pertumbuhan ekonomi dan investasi akan naik. Dengan itu akan bisa menutupi penerimaan yang hilang tadi,” imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 24 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Perhotelan di UU HKPD?

Rabu, 24 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Awasi WP Grup, DJP Bakal Reorganisasi Kanwil LTO dan Kanwil Khusus

Rabu, 24 April 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Urus NTPN Hilang? Ini Beberapa Solusi yang Bisa Dilakukan Wajib Pajak

Rabu, 24 April 2024 | 16:50 WIB PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

DJP Tegaskan Tak Ada Upaya ‘Ijon’ Lewat Skema TER PPh Pasal 21

Rabu, 24 April 2024 | 16:30 WIB KPP MADYA TANGERANG

Lokasi Usaha dan Administrasi Perpajakan WP Diteliti Gara-Gara Ini

Rabu, 24 April 2024 | 15:30 WIB KEPATUHAN PAJAK

DJP: 13,57 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan hingga 23 April 2024

Rabu, 24 April 2024 | 15:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Evaluasi Raperda Pajak Daerah, Ini Rentetan Temuan DJPK Kemenkeu