Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak menegaskan peserta program pengungkapan sukarela (PPS) yang memilih kebijakan atau skema II tidak dapat melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2016 hingga 2020.
Kasubdit Penyuluhan Pajak Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Inge Diana Rismawanti mengatakan ketentuan tersebut diatur dalam PMK 196/2021 untuk menutup celah minimalisasi pembayaran PPh final PPS oleh wajib pajak.
"Kalau membetulkan SPT 2020 setelah UU HPP [diundangkan], maka Bapak Ibu tidak bisa ikut PPS. Kita hanya berusaha mencegah apabila ada wajib pajak mau ikut PPS tapi tidak mau banyak-banyak, misalnya begitu," katanya, Rabu (16/2/2022).
Dalam Regular Tax Discussion yang diselenggarakan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Inge menambahkan jika pembetulan SPT Tahunan tetap dilakukan wajib pajak maka pembetulan tersebut dianggap tidak disampaikan.
"Kalaupun dilakukan, yang kita anggap SPT dasar adalah yang bukan pembetulan," tuturnya.
Untuk diketahui, skema II PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengungkapkan harta perolehan tahun 2016 hingga 2020 dalam SPT Tahunan 2020.
Tarif PPh final pada kebijakan II PPS adalah sebesar 18%, 14%, dan 12%. Bila harta yang diungkap adalah aset di luar negeri, tarif PPh final atas harta tersebut sebesar 18%.
Atas aset luar negeri yang direpatriasi dan aset dalam negeri, tarif yang dikenakan sebesar 14%. Bila harta yang diungkapkan ditempatkan pada SBN, sektor hilirisasi SDA, atau energi terbarukan, tarif PPh final yang dikenakan sebesar 12%.
Dengan mengikuti skema II, wajib pajak tidak akan mendapatkan ketetapan pajak atas kewajiban PPh orang pribadi, pemotongan/pemungutan, dan PPN. Ketentuan tersebut dikecualikan apabila terdapat pajak yang telah dipotong atau dipungut, tetapi tidak disetor. (rig)