KEPABEANAN

DJBC: Pemerintah Punya Aplikasi Pemantauan Real Time Kebutuhan Alkses

Muhamad Wildan
Rabu, 15 Juli 2020 | 14.21 WIB
DJBC: Pemerintah Punya Aplikasi Pemantauan Real Time Kebutuhan Alkses

Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi saat menjadi pembicara dalam sebuah webinar. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) bersama dengan kementerian terkait telah mengembangkan dashboard monitoring alat kesehatan (DMA) untuk mempercepat ekspor alat kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi memaparkan industri domestik sudah memproduksi barang-barang yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19 sehingga sekarang terjadi oversupply. Alhasil, ada upaya untuk mempercepat ekspor.

"Secara real time kita bisa melihat kapasitas produksi dan kebutuhan nasional lewat DMA. Ini datanya diisi oleh kementerian terkait terkait, yakni Kementerian Perdagangan. Kebutuhan nasional juga dapat dimonitor lewat data yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan," ujar Fadjar, Rabu (15/7/2020).

Salah satu contoh produk yang mengalami oversupply sangat tinggi adalah masker. Catatan pada DMA mengungkapkan kebutuhan nasional untuk masker pada tahun 2020 ini mencapai 129,8 juta. Namun, industri nasional ternyata memiliki kapasitas untuk memproduksi masker hingga akhir tahun mencapai 2,8 miliar masker.

"Jadi ada potensi ekspor 2,67 miliar masker. Data real time kebutuhan nasional dan kapasitas produksi memudahkan kementerian untuk memberikan izin dan memudahkan Kemendag untuk memberikan persetujuan ekspor," kata Fadjar.

DMA ini tidak hanya bisa memonitor kebutuhan nasional dan kapasitas alat kesehatan secara nasional. Fadjar menyebut DMA juga dapat digunakan untuk membandingkan supply dan demand alat kesehatan dari setiap perusahaan dan juga bisa digunakan untuk memantau proses dan realisasi persetujuan ekspor alat kesehatan.

Fadjar menekankan DMA bukanlah alat yang hanya dimiliki oleh DJBC. DMA merupakan milik bersama dan pemanfaatannya akan dievaluasi oleh Kementerian Koordinator Perekonomian.

Seiring dengan semakin terpenuhinya kebutuhan nasional, pemerintah juga telah mengurangi jumlah produk yang bisa diberi fasilitas bea masuk, pajak pertambahan nilai (PPN), dan pajak penghasilan (PPh) pasal 22 impor melalui PMK No. 83/2020.

Jumlah barang yang diberi fasilitas kali ini hanya sebanyak 49, lebih sedikit dari sebelumnya yang sebanyak 73. Simak artikel ‘Sri Mulyani Hapus Barang Ini dari Daftar Penerima Fasilitas Perpajakan’.

Barang yang tidak lagi diberi fasilitas antara lain 8 jenis hand sanitizer dan produk mengandung desinfektan, 1 jenis masker, 10 jenis pakaian pelindung, alat pelindung kaki, face shield, kaca mata pelindung, dan pelindung kepala. (kaw)

 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.