JAKARTA, DDTCNews – Penerimaan pajak hingga akhir tahun 2016 diperkirakan hanya terealisasi sebesar 86% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 yang sebesar 1539,2 triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penurunan penerimaan pajak meleset 14% dari target APBN-P atau kurang Rp219 triliun, hal tersebut tentu didasari oleh beberapa faktor penyebab.
“Pemerintah memperkirakan realisasi penerimaan pajak sampai akhir tahun 2016 sebesar Rp219 triliun lebih rendah dari target, bahkan melesetnya penerimaan pajak juga terjadi di 2 tahun belakangan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (5/8)
Faktor penyebab penurunan penerimaan pajak sektoral yaitu meliputi penurunan aktifitas pada komoditas, batu bara, kebun kelapa sawit, dan migas. Adapun penyebab lainnya yakni lemahnya perekonomian dunia melalui perdagangan internasional juga menjadi salah satu faktor.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan data penerimaan pajak sesuai pada pasal 22 turut mengalami penurunan, ekspor yang minus 3,13% dan impor minus 4,04%. Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab penerimaan pajak dibawah target awal yang ditetapkan oleh APBN.
Selain itu, Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) mengalami perubahan menjadi Rp54 juta per tahun, yang sebelumnya senilai Rp36 juta per tahun. Kebijakan perubahan PTKP sebelumnya dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli dari kalangan masyarakat mengenah ke bawah.
Perubahan PTKP justru menjadi bagian dari penyebab penurunan penerimaan pajak senilai Rp18 triliun. Kendati demikian, BPS telah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2016 cukup baik mencapai 5,18%.
Pertumbuhan perekonomian dari sektor-sektor penyebab penurunan penerimaan pajak masih cukup berat. Tahun lalu penerimaan pajak mengalami penurunan sebesar 15,8% dari target, bahkan penurunan ini pun terjadi pada dua tahun lalu sebesar 8,1%.
Sri menambahkan, upaya yang bisa dilakukan untuk mengelola data berdasarkan basis yang real atau nyata, yaitu melalui inventarisasi dan kegiatan ekonomi secara faktual. Karena basis data faktual bisa dipatokkan pada tahun-tahun lalu. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.