Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Aliran dana investasi dari keikutsertaan peserta program pengungkapan sukarela (PPS) menyumbang 2 manfaat bagi Indonesia. Pertama, menjadi sumber pembiayaan pembangunan ekonomi. Kedua, perluasan basis perpajakan nasional.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menjelaskan aturan pelaksana terkait investasi peserta PPS diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan nomor KMK 52/KMK.010/2022 tentang Investasi PPS. Opsi investasi diselipkan dalam PPS dengan tujuan meningkatkan kepatuhan wajib pajak sekaligus mendorong laju investasi di dalam negeri.
“Pemerintah menetapkan kebijakan tarif pajak terendah bagi investasi dalam rangka PPS yang mendorong transformasi ekonomi yaitu sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) dan energi terbarukan”, ujar Febrio dalam keterangan pers, dikutip Senin (28/2/2022).
Melalui PPS, wajib pajak diberi kesempatan untuk secara sukarela mengungkapkan harta yang belum atau tidak dilaporkan dalam tax amnesty pada 2016-2017 lalu (untuk kebijakan I) atau harta yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT Tahunan (untuk kebijakan II).
Pemerintah juga telah menerbitkan PMK 196/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak yang mengatur secara terperinci mengenai pedoman teknis pengungkapan harta bersih (deklarasi), pengalihan harta bersih ke dalam wilayah Indonesia (repatriasi), dan investasi harta bersih pada Surat Berharga Negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.
“Pemerintah menawarkan SBN khusus dalam rangka PPS secara rutin bergantian antara instrumen SUN dan SBSN sebagaimana jadwal penerbitan (tentative) pada Landing Page https://www.djppr.kemenkeu.go.id/pps/”, imbuh Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman.
Seperti diketahui, ada 2 kebijakan yang ditawarkan oleh pemerintah dalam PPS ini yaitu kebijakan I yang diperuntukkan bagi wajib pajak eks peserta program tax amnesty dan kebijakan II bagi wajib pajak orang pribadi yang belum sepenuhnya melaporkan harta bersihnya yang diperoleh pada tahun pajak 2016 hingga 2020.
Adapun wajib pajak yang akan menginvestasikan harta dikenai tarif PPh final terendah. Dalam skema kebijakan I PPS, tarif PPh final 11% dikenakan terhadap deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi. Tarif 8% untuk deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri.
Selanjutnya, tarif 6% dikenakan untuk deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam SBN atau kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau energi terbarukan.
Untuk skema kebijakan II, tarif PPh final 18% dikenakan terhadap deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi. Tarif 14% bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri.
Sementara tarif terendah sebesar 12%, masih dalam skema kebijakan II, dikenakan bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam SBN atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan. (sap)