Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ketentuan perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan dalam PMK 66/2023 hanya terkait dengan pekerjaan atau pemberian jasa. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (11/8/2023).
Kasubdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh Orang Pribadi I Ditjen Pajak (DJP) Feri Corly mengatakan bila tidak terkait dengan hubungan pekerjaan atau pemberian jasa, natura dan/atau kenikmatan tersebut berada di luar cakupan PMK 66/2023.
“Kalau di luar lingkup pekerjaan dan jasa itu di luar PMK 66/2023. Bisa jadi itu hadiah, penghargaan, atau bantuan sumbangan yang tidak ada kaitan dengan pekerjaan atau jasa," ujar Feri.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (2) PMK 66/2023, penggantian/imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan merupakan penggantian/imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai.
Kemudian, berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (3) PMK 66/2023, penggantian/imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sehubungan dengan jasa merupakan penggantian atau imbalan karena adanya transaksi jasa antarwajib pajak.
Selain mengenai perlakuan PPh atas natura dan/atau kenikmatan, ada pula ulasan terkait dengan rencana pembebasan bea masuk dan PPN impor mobil listrik. Kemudian, masih ada juga bahasan tentang pemberian Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
Pelaksana Seksi Peraturan PPh Orang Pribadi DJP Okky Cahyono Wibowo menegaskan lingkup natura dan/atau kenikmatan sebagai objek PPh—sesuai dengan ketentuan dalam PMK 66/2023—adalah imbalan/penggantian sehubungan dengan pekerjaan dan pemberian jasa.
“Natura adalah barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya, sedangkan kenikmatan hanya fasilitasnya saja yang dimanfaatkan oleh penerimanya," ujar Okky. (DDTCNews)
Biaya yang timbul akibat pemberian imbalan berupa natura dan kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dibiayakan oleh pemberi sepanjang termasuk dalam biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (3M).
DJP menyarankan wajib pajak untuk mencantumkan pemberian natura dan/atau kenikmatan dalam suatu kontrak. Adapun kontrak itu akan menjadi bukti kuat. Simak ‘Agar Jadi Biaya 3M, Pemberian Natura Perlu Dicantumkan Dalam Kontrak’.
"Bagaimana mengidentifikasi imbalan ini apakah imbalan kerja atau bukan? Paling mudah adalah disebutkan dalam kontrak sebagai imbalan kerja. Ini memperkuat bahwa itu imbalan kerja dan makin memperkuat bahwa itu [biaya] 3M," kata Pelaksana Seksi Peraturan PPh Orang Pribadi DJP Okky Cahyono Wibowo. (DDTCNews)
Pemerintah tengah menyiapkan insentif fiskal tambahan untuk mengerek daya saing industri mobil listrik dalam negeri, termasuk pengenaan tarif bea masuk dan PPN 0% atas impor completely built up (CBU) mobil listrik.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan insentif fiskal ini diharapkan dapat menarik investor mobil listrik ke Indonesia. Dia menegaskan insentif tersebut hanya akan dinikmati investor yang berkomitmen membangun pabrik di dalam negeri.
"Fasilitas ini diberikan kepada para investor yang ingin membangun pabriknya di Indonesia untuk memproduksi kendaraan listrik," katanya. (DDTCNews)
Dirjen pajak akan memberikan NITKU kepada kantor cabang yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PMK 112/2022, terhadap wajib pajak cabang yang telah diterbitkan NPWP cabang sebelum 8 Juli 2022, dirjen pajak akan memberikan NITKU.
Berdasarkan pada Pasal 9 ayat (2) PMK 112/2022, dirjen pajak akan menyampaikan NITKU kepada wajib pajak melalui beberapa saluran. Pertama, laman DJP. Kedua, alamat pos elektronik wajib pajak. Ketiga, contact center DJP. Keempat, saluran lainnya yang ditentukan direktur jenderal pajak.
Hasil pengamatan DDTCNews pada DJP Online, kolom NITKU juga sudah tersedia pada menu Profil. Selain NITKU, ada pula kolom NPWP 15 digit dan NIK/NPWP 16 digit. Simak ‘Ditjen Pajak: Mulai 1 Januari 2024, NPWP Cabang akan Dihapus’. (DDTCNews)
Sesuai dengan Pasal 10 UU 17/2023 tentang Kesehatan, pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab atas ketersediaan sumber daya kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Salah satu strategi yang dapat dilakukan ialah memberikan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal.
"Untuk menjamin ketersediaan sumber daya kesehatan…pemerintah pusat dan/atau daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan insentif fiskal dan/atau insentif nonfiskal," bunyi Pasal 10 ayat (2) UU Kesehatan.
Dalam lembar penjelasan disebutkan bahwa insentif fiskal tersebut antara lain fasilitas yang diberikan oleh pemerintah pusat dan/atau daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sementara itu, insentif nonfiskal antara lain ialah kemudahan perizinan berusaha yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (DDTCNews) (kaw)