JAKARTA, DDTCNews – Anggota DPR mengkritisi langkah Menteri Keuangan yang mengambil kebijakan penghapusan sanksi administratif seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 165 tahun 2017 atas tindak lanjut Undang-undang (UU) Pengampunan Pajak.
Anggota Komisi XI DPR Mukhammad Misbakhun mengatakan dalam UUD 1945 pasal 23A sudah ditekankan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang. Menurutnya berbagai pungutan itu seharusnya diatur dalam kebijakan yang berbentuk perundang-undangan.
"Menteri Keuangan memperbolehkan beberapa orang untuk membuat SPT baru, kemudian dengan tarif baru, dan menghilangkan sanksinya," ujarnya kepada DDTCNews, Jumat (24/11).
Dalam PMK 165/2017, wajib pajak tertentu bisa terbebas dari Pajak Penghasilan (PPh) jika ingin membalik nama harta tidak bergerak berupa tanah maupun bangunan. Wajib pajak bisa menyantumkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak agar terbebas dari biaya PPh untuk balik nama harta.
Singkatnya, wajib pajak peserta tax amnesty diberikan kebebasan tarif PPh untuk harta yang sudah dideklarasikan meski hanya sampai 31 Desember 2017 dalam rangka balik nama. Namun, wajib pajak itu akan dikenakan sanksi dalam Peraturan Pemerintah (PP) 36/2017 jika melebihi batas waktu yang ditentukan.
Sementara bagi wajib pajak peserta pengampunan pajak yang belum mendeklarasikan harta atas tanah maupun bangunan, akan dikenakan tarif PPh sesuai ketentuan yang telah diatur dalam PP 36/2017.
Selain itu, wajib pajak non peserta pengampunan pajak bisa juga mengungkapkan harta atas tanah maupun bangunan dan membalik nama. Namun, wajib pajak jenis ini akan dikenakan sanksi administratif sesuai dengan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
PMK 118/2016 yang sudah diubah menjadi 165/2017 dan ditetapkan pada 17 November 2017 serta diundangkan 20 November 2017 itu mengubah pasal 24 ayat 4 dan ayat 6; pasal 40 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5; pasal 43 ayat 5; pasal 44 ayat 4; disisipkannya pasal baru yakni 44 huruf A; dan penambahan 1 ayat yaitu ayat 3 pada pasal 46.
"Bayangkan, ini menerobos aturan UU hanya dengan PMK," pungkasnya. (Amu)