Ilustrasi. (DDTCNews)
NEW DELHI, DDTCNews—Perusahaan-perusahaan digital yang beroperasi di India mulai dari Facebook, Amazon, Flipkart, hingga Bookmyshow mengakui bingung atas kebijakan pemerintah mengenai beban pajak baru yang dikenakan atas transaksi e-commerce.
India akan mengenakan pajak sebesar 1% atas transaksi e-commerce mulai Oktober 2020. Namun, para perusahaan digital mengaku tidak dapat menghitung secara pasti nominal pajak yang harus dibayarkan.
"Pemerintah perlu menerbitkan klarifikasi mengenai aturan pasti dari pajak transaksi e-commerce dan bagaimana perlakuan pajak atas setiap jenis transaksi yang ada," tulis The Economic Times dalam pemberitaannya, Selasa (8/9/2020).
Dalam ketentuannya, Pemerintah India mewajibkan penyelenggara e-commerce memungut pajak sebesar 1% dari setiap nilai bruto barang atau jasa yang dijual melalui e-commerce kepada konsumen.
Namun demikian, menurut perusahaan digital dan pakar perpajakan, Pemerintah India sama sekali tidak memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan 'jasa' dan 'nilai bruto' yang dimaksud tersebut.
Rajesh Gandhi, Pakar Perpajakan dari Deloitte India mengatakan pemerintah perlu membuat frequently asked questions (FAQ) untuk menjawab bagaimana klausul-klausul baru tersebut berlaku pada situasi-situasi tertentu.
"Definisi mengenai jasa masih tidak jelas sehingga cakupannya pun bisa jadi sangat luas," ujar Gandhi.
Dia juga menilai klausul pengenaan pajak sebesar 1% atas transaksi e-commerce ini sama sekali tidak menjelaskan apakah penyelenggara e-commerce dan vendor di luar yurisdiksi India turut tercakup sebagai subjek pajak atau tidak.
Sementara itu, juru bicara Flipkart mengatakan pajak baru yang dikenakan oleh Pemerintah India akan menghambat prospek UMKM. "Pemerintah seharusnya mendukung mereka dengan kebijakan pajak yang longgar," ujarnya. (rig)