STATISTIK PENGHINDARAN PAJAK

Bagaimana Implikasi Profit Shifting di Negara-Negara G7?

Redaksi DDTCNews | Selasa, 11 Agustus 2020 | 14:30 WIB
Bagaimana Implikasi Profit Shifting di Negara-Negara G7?

PROFIT shifting atau pengalihan laba adalah praktik yang umumnya dilakukan perusahaan multinasional dengan mengalihkan laba ke yurisdiksi bertarif pajak rendah – atau bahkan bebas pajak – yang berujung pada penghilangan ataupun pengurangan kewajiban pembayaran pajak secara agregat (OECD, 2013).

Tabel berikut menunjukkan hasil estimasi pendapatan yang hilang (revenue losses) dari beberapa penelitian terkait profit shifting di negara-negara yang tergabung dalam Group of Seven (G7). Negara-negara yang termasuk dalam G7 antara lain Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Prancis.

Adapun penelitian-penelitian terkait profit shifting yang dimaksud ialah penelitian yang dilakukan oleh Clausing (2016), Beer et al. (2019), dan Torslov et al. (2018). Masing-masing penelitian tersebut memakai pendekatan maupun data yang berbeda dalam mengukur besaran revenue losses yang diakibatkan oleh profit shifting di negara-negara G7.


Amerika Serikat, Jepang, Jerman, dan Prancis merupakan negara-negara yang menurut ketiga penelitian tersebut mengalami revenue losses akibat adanya profit shifting. Walau demikian, besaran atau magnitude dari hilangnya pendapatan cukup bervariasi,

Menariknya, menurut Beer et al. (2019), Inggris dan Italia justru mengalami keuntungan akibat adanya praktik tersebut. Menurut mereka, keuntungan ini utamanya disebabkan oleh tarif pajak mereka yang lebih rendah dibandingkan dengan yurisdiksi lainnya.

Hasil studi terkait praktik yang tergolong ke dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) tersebut menyiratkan adanya dua sisi dari dampak perspektif terkait negara atau yurisdiksi tempat perusahaan-perusahaan multinasional itu berdomisili. Terlebih, adanya perusahaan multinasional juga memberikan beragam keuntungan dari sisi ekonomi maupun sosial.

Meskipun demikian, peran profit shifting dalam mengurangi penerimaan pajak ataupun menggerus basis pajak tidak dapat dipungkiri. Namun, studi yang menekankan adanya keuntungan negara akibat praktik tersebut setidaknya dapat memberikan suatu justifikasi atas upaya-upaya yang terkesan melindungi aktivitas tersebut.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 13:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

WP Lunasi Pajak dan Dendanya, Penyidikan Tindak Pidana Dihentikan

Rabu, 06 Maret 2024 | 10:45 WIB STATISTIK PAJAK MULTINASIONAL

Tren Pemberian Insentif PPh Badan di Dunia dalam Satu Dekade Terakhir

Rabu, 06 Maret 2024 | 09:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pengembang Tak Setor PPN Rp 1,88 Miliar, Direktur Ditahan Kejaksaan

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

Jumat, 19 April 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Meski Tidak Lebih Bayar, WP Tetap Bisa Diperiksa Jika Status SPT Rugi

Jumat, 19 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Segera Bentuk Satgas Pemberantasan Judi Online

Jumat, 19 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Jangan Diabaikan, Link Aktivasi Daftar NPWP Online Cuma Aktif 24 Jam

Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M