Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama.
JAKARTA, DDTCNews – Keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk tidak mewajiban NPWP, bahkan NIK terhadap pedagang online yang ingin masuk platform marketplace dinilai bukan solusi yang tepat. Langkah ini justru berisiko membuka ruang ketidakpatuhan.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Siddhi Widyaprathama. Langkah yang dinilai sebagai ‘jalan tengah’ itu justru berisiko memunculkan permasalahan baru. Kepatuhan bisa muncul karena adanya perbedaan perlakuan pajak antara aktivitas bisnis konvensional dan elektronik/online.
Menurutnya, langkah ini bisa membuat pelaku bisnis konvensional beralih kepada wadah transaksi yang pengawasan pajaknya rendah atau tidak ada sama sekali. Dengan demikian, secara langsung dan tidak langsung, peralihan itu akan memengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak yang sudah terdaftar.
“Jadi anggapan jangan dulu dipajaki karena baru itu saya rasa tidak tepat. Ini berarti tidak ada level playing fielddengan pengusaha yang patuh bayar pajak. Kalau begitu, nanti yang sudah patuh tergoda untuk ikut tidak patuh,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (18/1/2019).
Head of Taxation Apindo itu mengatakan konsistensi atas aturan harus menjadi pegangan utama otoritas fiskal. Pekerjaan rumah yang pertama dan utama dalam pemajakan ekonomi digital adalah mencerahkan wawasan pelaku usaha di segmen tersebut.
Kerja keras harus dilakukan otoritas pajak untuk dapat meyakinkan baik itu penyedia layanan maupun pemain di dalamnya. Otoritas harus meyakinkan bahwa kebijakan pajak tidak untuk membunuh bisnis yang kini tengah berkembang. Hal ini dapat dimulai dengan memberikan sosialisasi secara intensif.
“Tingkatkan sosialisasi dan edukasi bagi pengusaha online yang memang baru berusaha. Pajak itu kewajiban setiap warga negara kok, tidak terkecuali,” imbuh Siddhi.
Sebelumnya, dia juga mengungkapkan tidak diwajibkannya penyerahan NPWP, bahkan NIK justru menghilangkan semangat kesetaraan yang sudah dari awal diusung pemerintah dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 210/2018. (kaw)