KEBIJAKAN PAJAK

Tarif Efektif PPh 21 Sederhanakan Pemotongan dan Permudah Pengawasan

Muhamad Wildan | Rabu, 17 Januari 2024 | 18:30 WIB
Tarif Efektif PPh 21 Sederhanakan Pemotongan dan Permudah Pengawasan

Ilustrasi, Gedung Badan Kebijakan Fiskal (BKF).

JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan meyakini tarif efektif PPh Pasal 21 mampu menekan kompleksitas yang harus dihadapi, baik oleh pemotong pajak maupun oleh otoritas pajak.

Dengan hadirnya tarif efektif PPh Pasal 21 sesuai dengan PP 58/2023 dan PMK 168/2023, pemberi kerja dapat melakukan pemotongan PPh Pasal 21 dengan cara yang lebih sederhana. Hal ini juga akan menekan cost of compliance.

"Nature negatif dari withholding tax adalah meningkatkan biaya bagi withholder. Itu yang terjadi sebelum PP 58/2023," kata Analis Kebijakan Ahli Madya Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Syarif Ibrahim Busono Adi, Rabu (17/1/2024).

Baca Juga:
Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Sebelum PP 58/2023 berlaku, potensi terjadinya kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemotong amatlah tinggi. Kesalahan pemotongan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan pengenaan sanksi administratif.

Selama ini, lanjutnya, perusahaan memilih untuk mengembangkan sistem payroll yang tergolong kompleks agar dapat terhindar dari kesalahan pemotongan PPh Pasal 21 dan pengenaan sanksi administratif.

Di lain pihak, kehadiran tarif efektif PPh Pasal 21 juga menyederhanakan dan mempersingkat proses pengawasan bagi otoritas pajak.

Baca Juga:
Penggunaan Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu, Asalkan…

"Misal AR atau auditor ketika melakukan penelitian itu juga membutuhkan waktu dan menciptakan kompleksitas tersendiri," ujar Syarif dalam webinar Mencermati Ketentuan Pemotongan PPh Pasal 21/26 Secara Komprehensif yang digelar oleh Tax Centre FIA UI.

Syarif menuturkan pengawasan atas kepatuhan pemotong dalam memotong PPh Pasal 21 nantinya difasilitasi oleh coretax administration system (CTAS) yang mampu mengintegrasikan seluruh data yang tersedia.

Wajib pajak juga mendapatkan kemudahan mengingat coretax administration system juga memiliki fitur pengisian SPT secara otomatis atau prepopulated.

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

"Data dari pemotong terkumpul dengan cepat, bisa dimonitor dengan mudah, dan ujungnya nanti untuk wajib pajak orang pribadi bisa disiapkan lewat prepopulated SPT," tutur Syarif.

Sebagai informasi, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif mulai tahun ini seiring dengan terbitnya PP 58/2023. Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap dilakukan menggunakan tarif efektif bulanan kategori A, B, dan C.

Tarif efektif bulanan kategori A diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Baca Juga:
Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Tarif efektif bulanan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).

Kemudian, tarif efektif bulanan kategori C diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima oleh orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah