Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan rencana kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) kepada Komisi XI DPR.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan tarif CHT diperlukan untuk menurunkan prevalensi merokok, terutama pada anak. Melalui cukai, dia berharap CHT makin tidak terjangkau bagi anak-anak.
"Dengan adanya cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi. Memang diharapkan penerapan cukai akan meningkatkan harga yang kemudian bisa mengurangi prevalensi merokok," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (12/12/2022).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah melalui RPJMN 2020-2024 menargetkan prevalensi merokok pada anak turun menjadi 8,7% pada 2024. Survei 5 tahunan juga menunjukkan perokok anak justru meningkat dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018.
Kemudian, prevalensi merokok pada laki-laki dewasa Indonesia tercatat sebesar 71,3%. Angka tersebut menjadi yang tertinggi di dunia. Sementara itu, prevalensi perokok dewasa secara total mencapai 37,6% atau menduduki peringkat kelima dunia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021 juga menyatakan harga rokok di Indonesia tergolong relatif murah senilai US$2,1, jauh di bawah rata-rata dunia mencapai US$4.
Meski demikian, dia juga mengakui ada faktor selain harga yang turut memengaruhi prevalensi merokok seperti iklan dan promosi rokok, pendidikan, serta akses memperoleh rokok.
Sri Mulyani menyebut pemerintah secara reguler menaikkan tarif cukai setiap tahun dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Misalnya pada 2020 kenaikan tarif cukai sebesar 23%, 12,5% pada 2021, dan 12% pada 2022.
Dia memaparkan tarif CHT ke depan bakal dilakukan secara multiyears, baik pada rokok, rokok elektrik, maupun produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Kenaikan tarif cukai rokok ditetapkan rata-rata sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Sedangkan pada rokok elektrik dan HPTL, kenaikan tarif direncanakan terjadi setiap tahun dalam 5 tahun ke depan. Tarif cukai rokok elektrik naik rata-rata 15% dan HPTL naik rata-rata 6% setiap tahun.
"Cukai hasil tembakau selama ini memang didesain untuk menciptakan harga per bungkus yang indeks kemahalannya bisa dipertahankan atau sedikit meningkat sehingga affordability-nya menurun supaya konsumsinya menurun," ujarnya. (sap)