STATISTIK PAJAK DIGITAL

Saat Terutang Pajak atas Mata Uang Digital di Berbagai Negara

Redaksi DDTCNews | Selasa, 22 Desember 2020 | 17:46 WIB
Saat Terutang Pajak atas Mata Uang Digital di Berbagai Negara

PERKEMBANGAN teknologi melalui kemunculan beragam mata uang digital membuat otoritas pajak di berbagai negara menyusun suatu kebijakan untuk mengakomodasi pengenaan pajaknya.

Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2020 merilis laporan berjudul Taxing Virtual Currencies: An Overview of Tax Treatments and Emerging Tax Policies Issues yang memuat tentang first taxable event menyangkut mata uang digital, seperti bitcoin, ethereum, ripple, dan semacamnya.

Tabel berikut menetapkan first taxable income – saat terutang pajak – terkait dengan penerimaan unit mata uang digital berdasarkan hasil kuesioner pada akhir 2018 dan awal 2020 yang melibatkan lebih dari 30 negara responden dari berbagai kawasan.

Adapun kawasan Asia dan Pasifik diwakili negara-negara seperti Jepang, Selandia Baru, Singapura, dan Hong Kong. Kawasan Afrika diwakili oleh Afrika Selatan dan Pantai Gading.

Sementara itu, Kawasan Eropa diwakili oleh beberapa negara, di antaranya Inggris, Jerman, Latvia, Lituania, Luksemburg, dan Prancis. Tak ketinggalan, kawasan Amerika diwakili oleh Amerika Serikat, Argentina, Cile, dan Kolombia.


Paling umum, sebanyak 14 negara responden menganggap penerimaan unit virtual yang ditambang secara digital menjadi first taxable event. Negara-negara yang dimaksud antara lain Austria, Afrika Selatan, Argentina, Inggris, dan Jepang.

Namun, proporsi yang signifikan dari negara responden juga menunjukkan tidak ada pajak yang harus dibayar sampai pelepasan asset. Sebanyak 9 negara responden di antaranya adalah Denmark, Estonia, Polandia, dan Prancis.

Sementara itu, beberapa negara responden seperti Belanda, Hong Kong, Jerman, Kanada, dan Norwegia menetapkan first taxable event yang berbeda tergantung pada apakah penambangan dilakukan dengan motif usaha (dilakukan secara berkala) atau cenderung sebagai motif pribadi (tidak berkala).

Di Kanada, perolehan mata uang digital dari aktivitas penambangan yang bersifat komersial dianggap sebagai penghasilan usaha sehingga ditentukan sebagai saat terutang pajak. Adapun nilai penghasilan mengacu pada nilai aset pada saat itu dan diperlakukan sebagai inventory usaha.

Di sisi lain, apabila perolehan aset hasil penambangan digital dianggap sebagai investasi yang spekulatif maka saat terutang pajak terjadi pada saat pelepasan aset.

Uniknya, Kroasia merupakan negara yang disebut menetapkan first taxable event di kedua peristiwa, yakni ketika terjadi perolehan hasil dari penambangan digital atau ketika token baru tersebut telah diperjualbelikan.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara