M. JUSUF KALLA:

'Rampok Kok Dianggap Sistemik'

Redaksi DDTCNews | Kamis, 21 Juli 2016 | 14:21 WIB
'Rampok Kok Dianggap Sistemik'

MUHAMMAD Jusuf Kalla punya kalimat yang jitu untuk praktik fraud besar-besaran di kalangan perbankan yang ketahuan sesaat setelah krisis moneter menghantam di tahun 1998.

“Di Indonesia ini, kalau mau merampok bank ya harus bikin bank,” kata mantan aktivis kelahiran Watampone 5 Mei 1942 yang jadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian periode 1999-2000.

Pada 1999 itu, Kalla tahu persis, bagaimana triliunan uang yang dipinjamkan pemerintah ke bank malah digunakan sebagian pemiliknya untuk bermain valas guna meraih margin dari pasar uang.

Baca Juga:
'Belanda Tidak Punya Hak Lagi atas Indonesia'

Termasuk ketika megaskandal Bank Century meletus di pengujung 2008. Saat sejumlah ekonom tampil membela para pejabat Bank Indonesia, Jusuf Kalla tetap tak goyah dengan pendiriannya.

Di awal 2010, Kalla menyampaikan keyakinannya bahwa skandal Rp6,7 triliun itu adalah perampokan yang dilakukan pemilik bank dengan bantuan pejabat profesional yang tidak jujur.

“Kalau tidak profesional, barangkali yang hilang Rp20 juta atau berapa. Ini ada hubungannya dengan moral, hukum, ada kesempatan. Dan yang paling mudah cari kesempatan ya orang pintar,” katanya.

Baca Juga:
Apa yang Membuat Orang Jawa Begitu Miskin?

Menurut Kalla, skandal Bank Century terjadi bukan karena krisis, melainkan karena dirampok. Dan membantu rampok, tegasnya, berarti ikut merampok.

“Rampok kok dianggap sistemik itu loh. Ini kasus tertinggi dalam sejarah republik. Diperiksa tiga lembaga yang tidak di atasnya kecuali Tuhan. Jadi yang diperiksa juga yang tertinggi,” katanya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 03 Juni 2021 | 16:07 WIB A.A. MARAMIS:

'Belanda Tidak Punya Hak Lagi atas Indonesia'

Kamis, 06 Mei 2021 | 16:29 WIB R.A. KARTINI:

Apa yang Membuat Orang Jawa Begitu Miskin?

Rabu, 14 April 2021 | 13:50 WIB MIKHAIL S. GORBACHEV:

'Dana Pajak Ini untuk Meredam Dampak Ekonomi Pasar'

Rabu, 17 Maret 2021 | 18:08 WIB BJ. HABIBIE:

'Saya Harus Memberi Contoh Demokrasi'

BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB RENCANA KERJA PEMERINTAH 2025

Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali

Jumat, 19 April 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Begini Imbauan Ditjen Pajak soal Perpanjangan Penyampaian SPT Tahunan

Jumat, 19 April 2024 | 07:30 WIB LITERATUR PAJAK

Sambut Hari Kartini, DDTC Hadirkan Diskon untuk Perempuan Indonesia