Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Mengawali Februari 2025, bersamaan dengan tepat sebulan coretax berjalan, Ditjen Pajak (DJP) merilis panduan penggunaan coretax bagi penanggung jawab (person in charge/PIC), pengoperasian impersonate, dan penambahan role akses di coretax. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (3/2/2025).
Dirilisnya panduan bagi PIC ini diharapkan bisa lebih banyak membantu wajib pajak badan dalam menjalankan kewajiban pajaknya melalui Coretax DJP. Wajib pajak dapat mengunduh panduan tersebut melalui https://pajak.go.id/reformdjp/coretax.
Dalam panduan itu, terdapat 5 topik yang diulas. Pertama, penanggung jawab. Kedua, penunjukkan penanggung jawab. Ketiga, impersonate. Keempat, penambahan role akses. Kelima, FAQ perihal PIC, impersonate, dan penambahan role akses wajib pajak badan.
Perlu diketahui, penunjukkan PIC tersebut guna mendukung administrasi perpajakan, khususnya bagi wajib pajak badan. Hal ini juga untuk memberikan privasi atas akses data tertentu di dalam menu perpajakan dengan memperhatikan fleksibilitas bagi wajib pajak badan.
Dahulu password akun wajib pajak badan digunakan secara bersama-sama, tetapi praktik ini tidak diperlukan lagi dalam Coretax DJP.
Pada Coretax DJP, PIC adalah wajib pajak orang pribadi yang ditunjuk wajib pajak badan untuk mewakilinya dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan.
PIC sebagai penanggung jawab juga dapat memberikan tambahan role akses (jika dibutuhkan) kepada pegawai lainnya untuk membuat draf dan penandatanganan SPT.
Seorang yang menjadi PIC perusahaan atau yang diberi role akses tambahan dari perusahaannya akan masuk ke Coretax DJP dari akun wajib pajak orang pribadinya melalui impersonate wajib pajak badan, bukan dari akun wajib pajak badan.
Dengan PIC (impersonate) dan penambahan role akses, wajib pajak badan akan mendapat kejelasan terkait dengan siapa orang pribadinya ataupun pihak yang diberi peran untuk menandatangani ataupun melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan badan/perusahaan.
Hal ini juga untuk menghindari fraud dan sesuai dengan Pasal 52 huruf b PP 71/2019 yang menyebut bahwa tanda tangan elektronik melekat pada orang pribadi atau orang perseorangan, baik dalam kedudukannya sebagai diri sendiri atau mewakili badan usaha atau instansi.
Selain bahasan mengenai panduan coretax bagi PIC, ada pula pemberitaan lain yang diangkat oleh media pada hari ini. Di antaranya, ketentuan penelitian bagi WP yang mengajukan restitusi dipercepat, kabar mengenai pemangkasan anggaran bagi kementerian/lembaga, hingga bertambahnya jumlah negara mitra dalam pertukaran data pajak.
Permohonan pemindahbukuan (Pbk) di aplikasi Coretax DJP kini dapat didelegasikan kepada wakil (pihak terkait) atau kuasa wajib pajak. Pendelegasian dilakukan melalui skema role akses kepada pihak terkait atau kuasa yang ditunjuk sesuai dengan nama perannya.
Permohonan Pbk di Coretax DJP sebelumnya hanya dapat dilakukan oleh penanggung jawab atau PIC. Sebelumnya, role akses pada coretax hanya terbatas sebagai drafter dan signer terkait dengan SPT, bukti potong, dan faktur pajak. Kini, PIC sudah bisa memberikan role kepada pihak non-PIC untuk mengajukan permohonan Pbk.
“ROLE_CTAS_PORTAL_REPRESENTATIVE_EXTERNAL_BALANCE_TRANSFER_SIGNER,” berikut nama peran yang dapat dipilih untuk memberikan role permohonan Pbk. (DDTCNews)
Pembuatan bukti potong PPh Pasal 21 atas pemberian penghasilan orang pribadi harus mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dalam hal penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, pemotong pajak harus mencantumkan NIK. Namun, dalam hal NIK tidak valid maka sistem e-bupot pada coretax akan otomatis menggunakan NPWP sementara (temporary tax identification number/TIN) dengan nomor standar 16 digit 9990000000999000.
"Saat ini DJP telah menyediakan NPWP sementara dengan nomor standar 16 digit: 9990000000999000, yang otomatis menggantikan NPWP pihak yang dipotong jika NIK-nya tidak valid," tulis Kring Pajak. (DDTCNews)
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 119/2024 turut memperluas cakupan penelitian atas permohonan restitusi dipercepat oleh wajib pajak kriteria tertentu.
Selain melakukan penelitian atas kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, bukti potong/pungut serta bukti bayar yang dikreditkan, dan pajak masukan dikreditkan atau dibayar sendiri oleh wajib pajak pemohon, Ditjen Pajak (DJP) juga melakukan penelitian atas pemenuhan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN.
Penelitian atas pemenuhan kegiatan yang tercantum dalam Pasal 9 ayat (4b) UU PPN dilakukan dalam hal permohonan restitusi dipercepat diajukan pada masa pajak selain akhir tahun buku.
Berdasarkan penelitian atas terpenuhinya Pasal 9 ayat (4b) UU PPN, kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, dan pajak masukan dikreditkan atau dibayar sendiri, DJP akan mencairkan restitusi PPN yang dipercepat kepada wajib pajak kriteria tertentu berdasarkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP). (DDTCNews)
Kebijakan pemangkasan anggaran secara besar-besaran di kementerian/lembaga dimulai hari ini. Harian Kompas melaporkan penghematan tidak hanya menyasar pejabat tetapi juga operasional instansi. Misalnya, penggunaan mobil jemputan, penggunaan lift, hingga penggunaan alat pendingin ruangan.
Acara-acara seremonial pun dihemat. Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan misalnya, memutuskan menggelar peringatan Hari Jadi ke-75 Imigrasi Indonesia secara sederhana. Acaranya terbatas pada pemotongan tumpeng dan pemutaran video.
Plt. Kepala Biro Humas, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian negara (BKN) Mohammad Ridwan mengatakan program-program prioritas instansi tetap akan berjalan meski ada pemangkasan. BKN sendiri selama ini sudah banyak menerapkan pekerjaan substansial menggunakan aplikasi. (Harian Kompas)
DJP memperluas kerja sama dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau automatic exchange of financial account information (AEoI). Langkah ini dilakukan untuk menekan praktik penghindaran pajak.
Dalam Pengumuman Nomor PENG-1/PJ/2025, DJP menambah 3 yurisdiksi partisipan, dari 112 menjadi 115 pada tahun ini. Dengan demikian, DJP memiliki akses yang lebih luas dalam mengidentifikasi aset wajib pajak yang tersembunyi di luar negeri.
Di sisi lain, DJP juga berkewajiban untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis dengan 89 yurisdiksi, bertambah 6 yurisdiksi dari sebelumnya, yakni hanya 83 yurisdiksi tujuan. (Kontan) (sap)