Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama. (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memilih realistis dalam menyambut perubahan kebijakan perpajakan yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama mengatakan kluster perpajakan dalam UU Cipta Kerja mencakup banyak perubahan yang harus dijabarkan lebih lanjut melalui aturan turunan baik Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Menurutnya, beleid penjelas harus segera rilis sebagai panduan pelaksanaan kebijakan perpajakan pelaku usaha. "Memang seharusnya itu secepatnya, karena masih banyak yang perlu diatur lebih lanjut atau dipertegas," katanya Selasa (27/10/2020).
Siddhi menuturkan perkembangan dan dinamika terkini UU Cipta Kerja juga perlu diperhatikan pemerintah. Oleh karena itu, pelaku usaha memilih opsi realistis untuk implementasi penuh perubahan kebijakan perpajakan dalam beleid ini baru bisa efektif berlaku untuk tahun pajak 2021.
Dia menjelaskan dengan berbagai dinamika terkait UU Cipta Kerja di masyarakat pemerintah akan cenderung berhati-hati dalam menyusun atau mengeluarkan beleid turunan dari UU Cipta Kerja.
Selain itu, saat ini sudah memasuki kuartal terakhir 2020 dan perubahan kebijakan tidak banyak memengaruhi pelaku usaha. "Kalau melihat kondisi seperti ini juga sepertinya baru bisa diterapkannya tahun depan rasa-rasanya. Ini saja sudah akan masuk November," imbuhnya.
Seperti diketahui, sikap realistis pelaku usaha ini juga terlihat dari posisi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) terkait regulasi turunan kluster perpajakan UU Cipta Kerja.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai aturan turunan baru akan rilis saat Presiden Joko Widodo resmi meneken UU Cipta Kerja hasil pembahasan DPR.
Sebagai informasi, klaster Perpajakan memuat perubahan 4 UU, yaitu UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), serta UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Perubahan dalam 4 beleid tersebut akan diatur dalam bentuk regulasi turunan berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri keuangan (PMK). (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.