JAKARTA, DDTCNews - Dengan sifat menggunakan suatu nilai acuan atau indikator di luar cara yang umum untuk tujuan penentuan suatu basis pajak (atau memastikan adanya pembayaran pajak), safe harbour pada dasarnya adalah suatu penghitungan pajak yang bersifat presumptive.
Ketentuan mengenai safe harbour dilatarbelakangi oleh pertimbangan mengenai beban administrasi yang ditanggung oleh wajib pajak dalam menerapkan arm’s length principle.
Terminologi safe harbour didefinisikan sebagai ketentuan untuk memberikan keringanan kepada wajib pajak tertentu (eligible taxpayer) atau mengecualikan wajib pajak tersebut dalam menerapkan peraturan mengenai transfer pricing.
Harga atau remunerasi yang mengacu pada ketentuan yang telah ditetapkan akan secara otomatis diterima oleh otoritas pajak yang telah mengadopsi ketentuan safe harbour.
Hingga saat ini, ketentuan transfer pricing di Indonesia belum mengadopsi konsep safe harbour. Walaupun Indonesia telah memiliki peraturan terkait dengan transfer pricing, belum diketahui tingkat efektivitasnya dalam mencegah manipulasi transfer pricing.
Selain itu, makin tingginya tingkat sengketa mengenai transfer pricing di Indonesia pun tidak dapat dihindarkan mengingat arm’s length principle merupakan sebuah prinsip yang bersifat arbitrary dan rentan akan perdebatan atas penentuan nilai yang dianggap wajar.
Indonesia merupakan rumah bagi banyak anak perusahaan yang bergerak di bidang eksportir sumber daya alam, perusahaan manufaktur dengan fungsi dan risiko yang terbatas, serta perusahaan yang memiliki orientasi pasar domestik.
Hal ini pada dasarnya sesuai dengan kecenderungan bahwa entitas dengan fungsi yang tidak kompleks akan diletakkan di negara dengan tarif pajak penghasilan badan yang relatif tinggi.
Ketentuan safe harbour yang secara esensinya bersifat presumptive sangat tepat diaplikasikan di negara berkembang, seperti Indonesia. Sebab, hal ini dapat mencegah dari besarnya biaya kepatuhan bagi perusahaan-perusahaan dengan fungsi yang kurang kompleks.
Untuk itu, penerapan safe harbour di Indonesia akan dapat menyasar banyak perusahaan multinasional, terutama perusahaan dengan fungsi tidak kompleks, seperti toll manufacturer dan contract manufacturer yang banyak berlokasi di Indonesia.
Lantas, apabila ketentuan safe harbour dipandang perlu untuk diterapkan di Indonesia, bagaimanakah bentuk rancangan ketentuan tersebut sebaiknya diterapkan?
Yuk, baca selengkapnya di buku Transfer Pricing: Ide, Strategi, dan Panduan Praktis dalam Perspektif Pajak Internasional (Edisi Kedua: Volume II). (rig)