ilustrasi.
LONDON, DDTCNews—Perusahaan layanan video streaming Netflix disebut-sebut telah mendapat keuntungan hingga 1 miliar poundsterling atau setara dengan Rp17,84 triliun dari Inggris sepanjang tahun 2019.
Angka itu disebut anggota Parlemen Inggris, Dame Margaret Hodge mengutip laporan Tax Watch Inggris. Menurut Hodge, laba yang besar itu diperoleh ketika Netflix menikmati keringanan pajak lantaran pajak digital belum berlaku.
Selain tidak membayar pajak atas keuntungan yang dihasilkan di Inggris, lanjut Hodge, Netflix juga menikmati keringanan pajak hampir 1 juta poundsterling dalam dua tahun terakhir.
“Ketika kita menyerahkan uang tunai (melalui pelanggan) kepada Netflix, mereka justru menyembunyikan keuntungannya di luar negeri. Pelanggaran pajak ini harus dihentikan," kata Hodge, Selasa (04/02/2020).
Hodge pun mendesak pemerintahan Boris Johnson untuk segera memberlakukan pajak digital. Menurutnya, potensi penerimaan pajak yang hilang dari Netflix bukanlah angka yang kecil.
Berdasarkan laporan Tax Watch, layanan streaming Netflix diperkirakan menghasilkan laba 68,5 juta poundsterling dari 11,5 juta pelanggannya di Inggris. Angka itu diambil berdasarkan pengamatan terhadap 19 kegiatan bisnis anak usaha Netflix di Inggris.
Jika laba tersebut dilaporkan secara utuh di Inggris, Netflix akan mendapat tagihan pajak sebesar 13 juta poundsterling dari otoritas pajak Inggris. Sayangnya, pajak Netflix justru diperhitungkan di Belanda.
Alhasil, Netflix tidak membayar pajak perusahaan atas pendapatannya di Inggris. Parahnya, Netflix justru menerima keringanan pajak hampir 1 juta poundsterling lantaran pemerintah memberlakukan skema bantuan pajak industri kreatif pada 2017-2018.
“Netflix menghasilkan miliaran laba di seluruh dunia. Namun, perusahaan itu justru masih mengklaim tak menghasilkan laba di Inggris, sehingga mendapatkan subsidi besar dari pemerintah," kata Direktur Tax Watch Inggris George Turner.
Sementara itu, juru bicara Netflix mengklaim perusahaannya selalu patuh pada ketentuan pajak di setiap negara. Menurutnya, perpajakan internasional memang perlu direformasi agar perusahaan dapat membayar pajak sesuai dengan ketentuan.
“Kami mendukung proposal OECD bagi perusahaan untuk membayar lebih banyak pada negara-negara tempat kami beroperasi," kata juru bicara Netflix tersebut, dilansir dari Independent.co.uk.
Netflix juga menganggap laporan Tax Watch kurang akurat, termasuk soal Netflix memiliki entitas yang berbasis di Karibia. Menurut juru bicara Netflix, perusahaan memang memiliki entitas di Karibia, tetapi telah menutupnya tahun lalu.
Sekadar informasi, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD) saat ini telah sepakat untuk melanjutkan pembahasan tentang pajak digital pada perusahaan teknologi multinasional.
Apabila tidak ada aral melintang, pembahasan itu akan digelar di Berlin, Jerman, bulan Juli mendatang. Kesepakatan soal pajak digital di OECD diharapkan mampu mendinginkan ketegangan antara negara-negara Eropa dengan AS. (rig)