Aulia Rahmadani,
PAJAK daerah adalah salah satu jenis pendapatan asli daerah (PAD) yang digunakan untuk membiayai urusan pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak daerah memiliki porsi yang besar dalam PAD bila dibandingkan dengan sumber pendapatan daerah lainnya. Artinya, pajak daerah menjadi tulang punggung pendanaan.
Jenis pajak daerah yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Pemerintah daerah tidak boleh memungut pajak di luar dari jenis yang sudah ditentukan dalam aturan tersebut.
Untuk pemerintah provinsi ada pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak alat berat (PAB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak air permukaan (PAP), pajak rokok, serta opsen pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB).
Sementara untuk pemerintah kota/kabupaten ada pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak barang dan jasa tertentu (PBJT), pajak reklame, pajak air tanah (PAT), pajak MBLB, pajak sarang burung walet, opsen PKB, serta opsen BBNKB.
Dalam konteks kebijakan fiskal, pemerintah daerah juga mendapatkan dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat sebagai bagian dari perimbangan keuangan. Dana perimbangan dari pemerintah pusat diarahkan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan vertikal dan horizontal (antardaerah).
Selain itu, dana perimbangan juga ditujukan untuk mengurangi kesenjangan terkait dengan pelayanan publik dan pembangunan antardaerah. Namun, pemerintah daerah tetap harus memiliki sumber pendanaan yang memadai dari diri sendiri. Ketergantungan pada dana perimbangan seharusnya tidak boleh terus terjadi.
Kita ambil contoh perbandingan dana perimbangan antara Kota Bekasi dan Kabupaten Cianjur. Pada 2020, Kota Bekasi mendapatkan dana perimbangan lebih kecil dari alokasi untuk Kabupaten Cianjur. Nilainya adalah Rp1,6 triliun untuk Kota Bekasi dan Rp2,1 triliun untuk Kabupaten Cianjur.
Lantas, apa yang membuat Kota Bekasi lebih mandiri dan lebih maju dari aspek pembangunan? Jawabannya adalah pendapatan asli daerah. Pajak daerah memiliki peranan yang besar karena merupakan komponen terbesar pada PAD. Kota Bekasi berhasil mengumpulkan pajak daerah senilai Rp1,6 triliun, lebih besar daripada yang dikumpulkan Kabupaten Cianjur senilai Rp161 miliar.
Pendapatan pajak daerah Kota Bekasi lebih besar daripada performa di Kabupaten Cianjur. Situasi ini dikarenakan potensi pajak daerah Kota Bekasi lebih besar daripada potensi di Kabupaten Cianjur. Situasi ini dikarenakan kedua daerah tersebut memiliki potensi dan kondisi yang berbeda.
Kota Bekasi memiliki faktor-faktor yang mendukung dalam optimalisasi penerimaan pajak daerah. Faktor itu antara lain kota ini sebagai daerah penyangga ibu kota dan daerah industri. Selain itu, kota ini juga memiliki banyak perumahan serta tempat hiburan dan restoran.
Sementara itu, Kabupaten Cianjur merupakan kawasan pertanian. Kabupten Cianjur tidak memiliki faktor-faktor sebanyak Kota Bekasi dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak daerah. Artinya, kedua daerah di dalam provinsi yang sama saja memiliki perbedaan potensi dan kondisi.
Lantas, bagaimana dengan daerah-daerah lain dari Sabang sampai Merauke? Dengan potensi dan kondisi yang berbeda tiap daerah, apakah keseragaman jenis pajak yang dipungut daerah masih adil dan tepat diberlakukan? Terlebih, pajak daerah seharusnya menjadi tulang punggung pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Bagaimana bisa ketimpangan kualitas pelayanan publik dan pembangunan daerah ingin diperkecil jika jenis sumber pendanaan terbesar (pajak daerah) untuk membiayai otonomi daerah ditetapkan seragam? Kenyataannya, potensi dan kondisi setiap daerah berbeda-beda.
Merespons isu tersebut, pemerintah pusat bisa saja menambah dana perimbangan setiap kabupaten/kota untuk mengejar pemerataan pembangunan. Namun, konsekuensinya adalah beban APBN bertambah sehingga muncul risiko kenaikan utang atau pengurangan beberapa pos belanja untuk meningkatkan dana perimbangan.
SOLUSI alternatif yang dapat dipertimbangkan adalah mengubah aturan mengenai ketentuan jenis pajak yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah. Ketentuan mengenai pajak yang boleh dipungut oleh pemerintah daerah dapat disesuaikan agar lebih fleksibel dan sesuai dengan potensi daerah.
Penyesuaian aturan tersebut bertujuan agar jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah tidak terbatas pada jenis pajak yang sudah diatur dalam UU HKPD. Pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut jenis pajak daerahnya sendiri sesuai dengan potensi dan kondisi daerahnya masing-masing.
Artinya, antarpemerintah daerah di Indonesia memiliki keberagaman dalam menghasilkan sumber penerimaan perpajakannya. Kewenangan dalam menetapkan jenis pajak yang dipungut secara mandiri seharusnya membuat pemerintah daerah lebih jeli ketika melihat potensi.
Menjelang pemilihan umum (pemilu) serentak pada 2024, isu tersebut dapat diangkat oleh calon kepada daerah dan calon legislator tingkat daerah. Isu ini menjadi penting, terutama untuk daerah pemilihan yang masih kurang mandiri dan tertinggal dalam aspek pembangunan.
Peserta pemilu bisa membawa gagasan ini dalam janji kampanye dan program kerja ketika terpilih nanti. Calon kepala daerah dan legislator juga harus membawa lebih jeli dalam melihat potensi daerah untuk meningkatkan penerimaan pajak daerahnya.
Isu sumber pendanaan untuk pemerataan pembangunan daerah juga harus diperhatikan oleh calon anggota DPR yang terpilih nantinya. Mereka yang nantinya memiliki kewenangan untuk mengubah ketentuan mengenai jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah.
Anggota DPR yang terpilih nantinya harus memiliki perhatian khusus terhadap hal tersebut. Tentunya, mereka harus memiliki political will untuk mengubah ketentuan mengenai jenis pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Tujuannya untuk meningkatkan kemandirian dan pemerataan pembangunan daerah.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.