KETUA UMUM APKRINDO EDDY SUTANTO

'Kuncinya Ini di Daya Beli Masyarakat'

Dian Kurniati | Minggu, 16 Oktober 2022 | 12:30 WIB
'Kuncinya Ini di Daya Beli Masyarakat'

RESTORAN dan kafe menjadi salah satu sektor usaha yang ikut tertekan karena pandemi Covid-19 karena bergantung pada daya beli dan mobilitas masyarakat.

Ketika pandemi melandai, usaha restoran dan kafe mulai berangsur pulih. Sayangnya, kebijakan kenaikan bahan bakar minyak yang berdampak pada laju inflasi kembali membuat kunjungan ke restoran dan kafe merosot.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Eddy Sutanto memandang stimulus pemerintah tidak terlalu berdampak pada sektor usaha ini. Menurutnya, daya beli masyarakat akan menjadi kunci pemulihan sektor restoran dan kafe.

Kepada DDTCNews, Eddy juga menyinggung soal kepatuhan pajak para pengusaha restoran dan kafe. Berikut kutipan wawancaranya.

Bagaimana kinerja industri restoran dan kafe pada saat ini?
Kemarin-kemarin ini sudah sempat membaik. Namun, sejak Juli-Agustus ini, mulai berat lagi. [Kinerja] sudah sangat menurun karena kenaikan harga bahan baku dan harga minyak. Jadi, sudah sangat menurun dan kelihatannya daya beli masyarakat juga menurun.

Bagaimana pandemi Covid-19 memengaruhi usaha restoran dan kafe?
Sewaktu pandemi mulai 2020, pasti tertekan. Kemudian, Covid-19 mulai mereda. Jadi, kita bisa naik. Namun, itu cuma terjadi sampai Juli. Sekarang ini, sudah ada penurunan lagi. Yang pasti, restoran dalam kondisi berat pada beberapa bulan ini.

Terlebih, isunya juga kan masalah dunia. Ada kenaikan harga minyak. Ada juga kenaikan bahan baku. Semuanya, termasuk inflasi. Pada akhirnya, berpengaruh ke daya beli juga.

Bagaimana outlook kinerja restoran dan kafe pada tahun ini?
Mandiri punya data yang bagus atau akurat soal data spending masyarakat. Data Mandiri Spending Index menunjukkan nilai dan volume belanja masyarakat turun, termasuk untuk makan di restoran. Per 18 September 2022, nilainya turun jadi 158,3 dan frekuensinya 129,1.

Ini menggambarkan kalau tingkat belanja untuk saat ini masih tertahan karena ada kenaikan inflasi. Efek kenaikan harga minyak, spending mulai turun lagi.

Mobilitas ke pusat-pusat ritel, termasuk pusat perbelanjaan dan restoran, setelah kenaikan harga BBM rata-rata mulai melambat. Sekarang spending turun karena masyarakat pasti hanya beli barang yang penting-penting dan tidak makan di luar.

Apa yang dibutuhkan sektor usaha restoran dan kafe agar kembali pulih?
Wah, ini bisa panjang karena untuk makroekonominya tidak akan semudah itu. Kondisi ekonomi di dunia sekarang sedang sulit semua. Kuncinya ini di daya beli masyarakat. Kalau dari kami, memang harus lebih efisien lagi kerjanya.

Pintu kedatangan internasional kembali dibuka sejalan dengan penurunan kasus Covid-19, bagaimana dampaknya pada usaha restoran dan kafe?
Kalau ini enggak terlalu [berpengaruh]. Efek yang lebih besar tetap pada kunjungan masyarakat lokal. Orang-orang sekarang pikir-pikir lagi buat belanja atau makan di restoran. Jadi memang semua sedang lesu.

Restoran yang murah saja—anggota kita—ada yang kesulitan. Ini karena memang globalnya sepi. Jadi, prioritas orang-orang mungkin untuk yang esensial dulu. Orang beli hanya untuk kebutuhan pokok, makan di rumah, dan untuk anak sekolah.

Selama pandemi Covid-19, pemerintah memberikan sejumlah stimulus untuk dunia usaha, termasuk dari sisi perpajakan. Apakah dari sektor restoran dan kafe ikut memanfaatkannya?
Oh iya, ada. Namun, kayaknya belum berdampak banyak. Hal ini dikarenakan untuk memulihkan usaha restoran ini memang tidak mudah. Persoalan utamanya di konsumsi masyarakat. Kalau baik, yah ini bisa pulih.

Beberapa waktu lalu pemerintah mengadakan program pengungkapan sukarela. Apakah banyak pelaku usaha restoran mengikutinya?
Oh, sudah banyak yang ikut dari pertama kali. Banyak yang ikut sejak program tax amnesty tahun 2016. Untuk yang kedua ini, mungkin sudah tinggal sedikit. Namun, banyak yang ikut dari awal. Kita sudah patuh lah.

Ada harapan Anda untuk kebijakan pajak di Indonesia agar mendukung pemulihan dunia usaha?
Ini tidak akan mudah karena memang harus dilihat secara komprehensif. Tidak bisa hanya parsial melihatnya. Makroekonomi harus dilihat dari segala arah sektornya. Jadi, tidak mudah.

Bagaimana awal mula Anda bergelut di industri restoran dan kafe?
Saya sudah lama banyak buka kafe. Sejak 1996. Namun, kalau sekarang hanya pabrik saja untuk produksi bakery. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Minggu, 31 Maret 2024 | 11:15 WIB KEPALA KANWIL DJP JATIM I SIGIT DANANG JOYO:

‘Kami Punya Bank Potensi untuk Gali Potensi Pajak dari Beragam Sektor’

Sabtu, 02 Maret 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN MOJOKERTO

Catat! Rumah Makan di Daerah Ini Bakal Dipasangi Alat Pencatat Pajak

BERITA PILIHAN

Sabtu, 20 April 2024 | 12:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Minta Perpanjangan Lapor SPT Tahunan? Ingat Ini Agar Tak Kena Sanksi

Sabtu, 20 April 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN BULUNGAN

Sukseskan Program Sertifikat Tanah, Pemkab Beri Diskon BPHTB 50 Persen

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?