Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Setelah melakukan primary adjustment, Ditjen Pajak (DJP) berhak melakukan secondary adjustment. Caranya, dengan memperlakukan selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dan yang sesuai arm's length principle (ALP) sebagai dividen kepada pihak afiliasi.
Namun, secondary adjustment tidak dilakukan bila ada penambahan atau pengembalian kas/setara kas sebesar selisih antara nilai transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang tidak sesuai dan yang sesuai ALP; dan/atau bila wajib pajak menyetujui penentuan harga transfer oleh DJP.
"Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dalam hal terjadi penambahan dan/atau pengembalian kas atau setara kas sebesar selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan/atau wajib pajak menyetujui penentuan harga transfer oleh dirjen pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6)," bunyi Pasal 37 ayat (4) PMK 172/2023, dikutip Kamis (22/1/2024).
Penambahan atau pengembalian kas/setara kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum diterbitkannya surat ketetapan pajak (SKP) oleh DJP.
Bila syarat dalam Pasal 37 ayat (4) PMK 172/2023 tidak dipenuhi, dividen kepada pihak afiliasi tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Dividen terutang PPh pada saat dibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan, tergantung peristiwa yang terjadi lebih dulu.
Pengenaan PPh atas dividen ini berlaku untuk seluruh transaksi, baik transaksi lintas batas yurisdiksi ataupun transaksi dalam negeri dan berlaku untuk seluruh bentuk hubungan istimewa.
PMK 172/2023 telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan berlaku sejak tanggal tersebut. (sap)