BERITA PAJAK HARI INI

Kemenkeu Desak DPR Revisi UU Perpajakan

Redaksi DDTCNews
Kamis, 03 November 2016 | 09.56 WIB
Kemenkeu Desak DPR Revisi UU Perpajakan

JAKARTA, DDTCNews – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berjanji untuk segera menyelesaikan draf revisi Undang-Undang (UU) PPh dan PPN dalam waktu dekat supaya kedua UU tersebut bisa segera masuk ke dalam pembahasan DPR. Berita ini mewarnai beberapa media nasional pagi ini, Kamis (3/11).

Perubahan kedua UU perpajakan itu menjadi salah satu langkah reformasi pajak yang akan dilakukan pemerintah ke depan. Selain dua UU itu, pemerintah dan DPR juga diharapkan untuk segera membahas revisi UU KUP.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan saat ini UU PPh dan PPN masih dikaji oleh Kementerian Keuangan serta juga sedang dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Terkait poin-poin penting apa yang akan berubah, Hestu belum dapat menjelaskannya, yang pasti sebelumnya banyak wacana penurunan tarif PPh dan PPN, sedangkan revisi UU KUP lebih kepada penguatan lembaga perpajakan.

Untuk pembahasan revisi UU KUP, Hestu meminta agar DPR memperhatikan UU Perbankan. Pasalnya beleid ini sangat berkaitan dengan kinerja perpajakan, karena membutuhkan akses data dari perbankan.

Kabar lainnya datang dari 50% realisasi amnesti pajak tahap pertama berasal dari sektor properti, pembahasan RAPBN 2018 lebih dini, dan Kemenkeu yang menyisir aset-aset pertambangan. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • 50% Dana Tax Amnesty dari Properti

Setelah sebelumnya sosialisasi amnesti pajak dilakukan oleh Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi di Pasar Tanah Abang, ITC Mangga Dua dan kini sosialisasi berlanjut ke Mal Pacific Place. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga turut terjun langsung memberikan sosialisasi kepada sejumlah kelompok profesi. Untuk kelompok profesi, berdasarkan data dari DJP menunjukkan bahwa pengusaha sektor properti menyumbang lebih dari 50% realisasi amnesti pajak tahap pertama.

  • Rombak Siklus Penganggaran, Pembahasan RAPBN 2018 Dipercepat

Pemerintah merombak siklus penganggaran dengan memulai pembahasan RAPBN 2018 lebih dini, yaitu pada akhir tahun 2016. Investasi swasta dan konsumsi domestik dijadikan motor utama pertumbuhan ekonomi. Percepatan pembahasan dinilai dapat membantu menjaga momentum perekonomian, di mana laju pertumbuhan ekonomi dipatok 6,1%, melesat dari asumsi pertumbuhan 2017 dan 2016 masing-masing sebesar 5,1% dan 5%. Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan Presiden tetap mengarahkan agar laju pertumbuhan pada 2018 bisa mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, serta menciptakan lapangan kerja. Diharapkan investasi swasta akan menjadi pendorong utama pertumbuhan dan diharapkan dapat tumbuh lebih dari 10%.

  • Indikator Kinerja Jadi Biang Keladi

Keluhan terhadap pelayanan bagi wajib pajak menjadi batu kerikil bagi DJP untuk meningkatkan penerimaan di tengah-tengah program tax amnesty. Alih-alih dianggap membantu, beberapa wajib pajak justru menuding petugas pajak mempersulit niat mereka yang ingin menunaikan kewajibannya. Menanggapi keluhan tersebut, Ken meminta para wajib pajak agar tidak segan-segan melaporkan kualitas pelayanan para petugas pajak ke Kantor Wilayah (Kanwil) DJP terdekat sehingga pelayanan yang tidak menyenangkan dapat segera diperbaiki.

  • Kemenkeu Sisir Aset-Aset Pertambangan

Mulai tahun depan, Kementerian Keuangan akan melakukan inventarisasi dan valuasi aset-aset milik negara, terutama yang terkait dengan sumber daya alam. Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Vincentius Sonny Loho mengatakan, proses mencatat kekayaan alam ke dalam neraca keuangan negara bukan hal yang mudah, terutama valuasinya. Rencananya Kemenkeu akan bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan tim penilai ahli pertambangan dari pemerintah. Sri Mulyani mengatakan inventarisasi dan evaluasi aset negara akan menjadi prioritas pemerintah.

  • Merangkul Peritel Barang Mewah

Aksi lapangan yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam mensosialisasikan tax amnesty kini tertuju pada peritel yang menjual barang-barang branded. Beberapa pemilik dan direktur gerai ritel kelompok masyarakat menengah atas mayoritas menyampaikan keluhannya terkait perlakuan pajak impor yang dinilai memberatkan. Beban pajak yang tinggi juga membuat daya saing Indonesia rendah, selain itu adanya skema impor borongan dinilai telah membuka celah penyelundupan. 

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.