PEREKONOMIAN INDONESIA

DPR Bergeming, Pemerintah Siap Ratifikasi 7 PPI Ini

Redaksi DDTCNews | Kamis, 08 November 2018 | 09:54 WIB
DPR Bergeming, Pemerintah Siap Ratifikasi 7 PPI Ini

Menko Perekonomian Darmin Nasution

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan meratifikasi tujuh perjanjian perdagangan internasional. Penetapan ratifikasi akan dilakukan melalui Peraturan Presiden.

Berdasarkan informasi dari Kemenko Perekonomian, ketujuh perjanjian perdagangan internasional (PPI) ini secara bertahap disampaikan ke DPR lebih dari 60 hari yang lalu. Keputusan akan merujuk pada Undang-Undang (UU) No.7/2014 tentang Perdagangan.

Berdasarkan ketentuan, jika DPR tidak mengambil keputusan dalam waktu paling lama 60 hari kerja pada masa sidang maka pemerintah dapat memutuskan perlu atau tidaknya persetujuan dari anggota dewan tersebut.

Baca Juga:
Soal Pemeriksaan Pajak di DJP, Darmin Nasution Harapkan Ini

Dalam rapat koordinasi pada Rabu (7/11/2018), Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan keputusan diambil karena adanya beberapa risiko yang dapat merugikan Indonesia jika ratifikasi 7 PPI itu tidak segara diselesaikan.

“Keputusan ini juga diambil mengingat pentingnya penandatanganan perjanjian-perjanjian tersebut. Saya akan segera lapor pada Presiden dengan membawa draf Perpres yang sudah siap,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Kemenko Perekonomian, Kamis (8/11/2018).

Adapun ketujuh PPI yang telah disampaikan kepada DPR adalah:

Baca Juga:
Saran Darmin Nasution, RUU KUP Diubah Jadi RUU Konsolidasi Perpajakan
  1. First Protocol to Amend the AANZFTA Agreement (disampaikan kepada DPR pada 5 Maret 2015).
  2. Agreement on Trade in Services under the Asean-India FTA (AITISA) (disampaikan kepada DPR pada 8 April 2015).
  3. Third Protocol to Amend the Agreement on Trade in Goods under Asean-Korea FTA (AKFTA) (disampaikan kepada DPR pada 2 Maret 2016).
  4. Protocol to Amend the Framework Agreement under Asean-China FTA (ACFTA) (disampaikan kepada DPR pada 2 Maret 2016).
  5. Asean Agreement on Medical Device Directive (AMDD) (disampaikan kepada DPR pada 22 Februari 2016).
  6. Protocol to Implement the 9th Asean Framework Agreement on Services (AFAS-9), (disampaikan kepada DPR pada 23 Mei 2016).
  7. Protocol to Amend Indonesia-Pakistan PTA (IP-PTA), (disampaikan kepada DPR pada 30 April 2018).

Jika tidak meratifikasi AITISA, misalnya, Indonesia tidak dapat mengakses pasar tenaga kerja profesional di sektor konstruksi, travel, komunikasi, jasa bisnis lainnya (posisi high & middle management), serta jasa rekreasi unggulan.

Selain itu, jika tidak meratifikasi perjanjian AKFTA, Indonesia dapat disengketakan karena tidak menerapkan prinsip transparansi, tidak menurunkan biaya transaksi, serta tidak dapat memberikan kepastian kode HS yang dikomitmenkan sebagai hasil perundingan.

Terkait AFAS 9, potensi kerugiannya adalah Indonesia tidak dapat mengakses pasar jasa Asean pada subsektor yang ditambahkan negara-negara Asean ke dalam AFAS (Indonesia menambahkan 11 subsektor). Selain itu, Indonesia juga berpotensi disengketakan oleh anggota Asean lain yang memiliki kepentingan komersial. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 15:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Kring Pajak Jelaskan Syarat Piutang Tak Tertagih yang Dapat Dibiayakan

Jumat, 19 April 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Persilakan WP Biayakan Natura Asal Penuhi 3M

Jumat, 19 April 2024 | 14:30 WIB PAJAK SEKTOR PERTAMBANGAN

Objek Pajak Penghasilan/PPh di Sektor Pertambangan, Apa Saja?

Jumat, 19 April 2024 | 13:44 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari