PMK 153/2020

Dorong Kegiatan Litbang, Supertax Deduction Dinilai Belum Cukup

Redaksi DDTCNews
Senin, 26 Oktober 2020 | 16.00 WIB
Dorong Kegiatan Litbang, Supertax Deduction Dinilai Belum Cukup

Asisten Deputi Fiskal Kemenko Perekonomian Gunawan Pribadi saat memberikan paparan dalam acara sosialisasi daring Kemenperin terkait dengan PMK No. 153/2020, Senin (26/10/2020). (foto: hasil tangkapan layar dari medsos)

JAKARTA, DDTCNews – Kemenko Perekonomian menyebutkan kebijakan insentif pajak seperti supertax deduction tidak menjadi faktor tunggal yang dapat meningkatkan iklim kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang) di Indonesia.

Asisten Deputi Fiskal Kemenko Perekonomian Gunawan Pribadi mengatakan supertax deduction yang diatur dalam PMK No.153/2020 hanya sekadar menjadi salah satu pendorong swasta untuk berminat melakukan kegiatan Litbang. Menurutnya, kebijakan tersebut perlu didukung dengan program lain dari kementerian/lembaga lainnya.

"Dengan supertax deduction ini insentif PPh sudah lengkap karena ada tax allowance dan tax holiday. Kebijakan ini merupakan pendorong dan bukan menjadi faktor utama," katanya dalam sosialisasi daring Kemenperin terkait PMK No. 153/2020, Senin (26/10/2020).

Gunawan menjelaskan supertax deduction tersebut tidak berlaku untuk seluruh kegiatan Litbang. Menurutnya, pemerintah hanya memfasilitasi kegiatan Litbang prioritas sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK No. 153/2020.

Oleh karena itu, sambungnya, terdapat fokus kegiatan dan syarat yang harus dipenuhi bagi pelaku usaha yang ingin memanfaatkan insentif berupa pengurangan penghasilan bruto sampai dengan 300% tersebut.

Kriteria yang harus dipenuhi tersebut antara lain Litbang dengan tujuan memperoleh penemuan baru dan memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya. Selanjutnya, Litbang harus memiliki anggaran dan sudah terencana.

Kemudian, hasil dari Litbang bisa mendapatkan insentif jika ada hasil yang ditemukan dan menjadi kekayaan intelektual. Selain itu, tax deduction kegiatan Litbang ini juga tidak menggunakan data dari klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) sebagai syarat pemberian insentif.

“Pilihan tidak menggunakan KBLI agar kebijakan dapat bergerak fleksibel mengikuti tuntutan pelaku usaha dalam kegiatan Litbang,” sebut Gunawan.

Berdasarkan PMK No.153/2020, terdapat 11 fokus Litbang yang diatur di antaranya bidang pangan, farmasi, kosmetik dan alat kesehatan. Lalu, bidang kimia dasar, barang modal dan logam dasar yang dibutuhkan manufaktur dalam negeri untuk menjalankan kegiatan produksi.

"Jadi dalam aturan itu [PMK No.153/2020] ada 105 tema Litbang yang bisa mendapatkan insentif dan ini sepertinya sudah mencakup semua pelaku usaha sehingga meminimalkan diskresi, sengketa dan menjamin kepastian hukum," ujar Gunawan. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.