LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Capres dan Cawapres Perlu Punya Gagasan Komprehensif tentang Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 September 2023 | 14:00 WIB
Capres dan Cawapres Perlu Punya Gagasan Komprehensif tentang Pajak

Muhammad Faizal Ahda,
Palembang, Sumatera Selatan

KURANG dari 6 bulan lagi, pemilihan presiden dan wakil presiden akan diselenggarakan. Kampanye politik dari para capres dan cawapres juga segera mewarnai berbagai kanal komunikasi, baik saluran pemberitaan atau media sosial di Tanah Air. Janji-janji politik akan bertaburan untuk menarik simpati para pemilih.

Sebagaimana lazimnya kampanye, capres dan cawapres akan menyodorkan janji-janji perbaikan di berbagai sektor. Tak ada yang salah dengan janji politik. Namun, janji semestinya ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Ketika berkuasa, janji politik tersebut harus diejawantahkan dalam bentuk penyusunan dan implementasi program kerja pemerintah.

Dalam konteks Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), semua janji politik yang diwujudkan dalam bentuk program kerja pemerintah itu cenderung berupa spending atau belanja negara. Padahal, seperti rumah tangga pada umumnya, belanja baru bisa dilakukan apabila ada pendapatan yang memadai.

Bicara tentang pendapatan negara, kita tahu bahwa sebagian besar sumbernya berasal dari sektor pajak. Sayang, dalam kampanye-kampanye politik, isu perpajakan jarang atau sedikit sekali digali secara mendalam.

Peran Pajak dalam APBN

Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, 70% hingga 80% pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan (pajak, kepabeanan, dan cukai). Namun, dalam satu dekade itu pula, defisit anggaran seperti tak terhindarkan. Ini jelas berarti bahwa pendapatan negara masih jauh dari memadai untuk membiayai berbagai 'kebutuhan rumah tangga' negara kita. Di sisi lain, defisit anggaran pun dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto (kecuali tahun 2020-2022 karena Covid-19) sesuai Undang-Undang (UU) 17/2003 tentang Keuangan Negara.

Menyikapi keadaan tersebut, secara sederhana, hanya terdapat 2 alternatif solusi yang dapat dilakukan. Pertama, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pendapatan negaranya. Kedua, pemerintah mengurangi belanja negara melalui penghematan atau pemotongan anggaran. Implementasi kedua alternatif tersebut tentu tidak mudah, terutama pilihan untuk menghemat atau memotong anggaran.

Berdasarkan fakta tersebut, para capres dan cawapres hendaknya memberikan perhatian lebih pada sektor pajak. Kampanye politik hendaknya tidak hanya berkisar pada program kerja yang bersifat spending, tetapi juga pada program kerja konkret untuk meningkatkan pendapatan negara, terutama dari sektor pajak.

Kinerja Pajak Saat Ini dan Upaya Perbaikan

Dalam Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2023 yang diterbitkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tax ratio Indonesia masih terbilang rendah. Rasio perpajakan RI jauh di bawah rata-rata negara di kawasan Asia Pasifk yang mencapai 29%, terlebih lagi bila dibandingkan dengan rata-rata negara anggota OECD yang mencapai 34,1%.

Dalam 15 tahun terakhir, tax ratio Indonesia hanya berada pada kisaran 10% hingga 13%. Dengan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa kinerja pajak di Indonesia belum begitu optimal meskipun angka tax ratio ini harus diintepretasikan secara bijak sesuai dengan struktur atau komponen perekonomian Indonesia.

Sejumlah program fantastis dalam beberapa tahun terakhir ini pernah dilakukan. Yang terbaru adalah terbitnya UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sasaran utama penerbitan undang-undang ini adalah implementasi strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.

Saat ini pun, program reformasi perpajakan masih terus dijalankan oleh Ditjen Pajak (DJP). Cakupan reformasi perpajakan sangat komprehensif, mulai dari organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi berbasis data, proses bisnis, sampai dengan regulasi perpajakan. Namun, dampaknya dirasa belum signifikan untuk meningkatkan angka tax ratio.

Suara Capres dan Cawapres untuk Meningkatkan Pendapatan Pajak

Dalam rangka meningkatkan kinerja pajak di Indonesia, terdapat sejumlah hal yang perlu mendapatkan perhatian para capres dan cawapres.

Pertama, hal yang mendasar adalah terkait dengan penguatan status dan fungsi lembaga administrasi perpajakan itu sendiri. Saat ini, fungsi tersebut dijalankan oleh DJP yang berada di bawah Kementerian Keuangan. Para capres dan cawapres perlu meninjau kembali tentang status dan ruang gerak institusi ini.

Wacana untuk menaikan status institusi ini menjadi sebuah badan setingkat kementerian/lembaga tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Padahal, dengan semakin mandirinya institusi perpajakan, diharapkan ruang geraknya untuk melakukan inovasi semakin luas, termasuk dalam menerapkan reward and punishment bagi para pegawainya.

Kedua, para capres dan cawapres perlu memiliki wacana strategis dan konkret untuk meningkatkan basis perpajakan di Indonesia. Data terkini menunjukan bahwa penopang terbesar pendapatan pajak berasal dari pajak penghasilan wajib pajak badan (PPh badan) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Lalu bagaimana dengan jenis pajak lainnya?

Perlu kajian lebih lanjut untuk melihat apakah semua sektor sudah tergali dengan baik. Dengan kondisi bahwa 60% produk domestik bruto (PDB) Indonesia disumbang oleh UMKM, bagaimana strategi para capres dan cawapres untuk meningkatkan basis pajak tanpa merusak iklim investasi dan kondisi perekonomian secara umum?

Ketiga, upaya penciptaan sistem perpajakan dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum juga perlu mendapatkan perhatian. Pajak merupakan wujud gotong royong masyarakat untuk membiayai belanja negara. Idealnya, yang memiliki penghasilan lebih tinggi, tentu diberikan beban gotong royong yang lebih besar. Yang patuh harus mendapatkan pelayanan perpajakan yang lebih baik. Yang tidak patuh harus diberikan sanksi yang setimpal untuk memberikan keadilan bagi yang patuh.

Keempat, para capres dan cawapres juga harus menyuarakan upaya peningkatan kepatuhan sukarela wajib pajak. Kesadaran masyarakat Indonesia untuk membayar pajak harus terus ditingkatkan. Para capres dan cawapres juga harus memberikan contoh sebagai wajib pajak yang patuh, serta menyosialisasikan hal ini dalam kampanye politik mereka.

Narasi Pajak dalam Kampanye Politik

Kebutuhan terhadap pendapatan negara terus naik. Tak cuma karena inflasi dari tahun ke tahun yang cenderung naik, tetapi kebutuhan untuk menjalankan berbagai program kerja pemerintah juga terus bertambah.

Belanja negara yang dianggarkan dalam APBN sebisa mungkin harus dapat dipenuhi oleh pendapatan negara. Sebagai komponen terbesar pendapatan negara, peran pajak menjadi sangat strategis dan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perhatian khusus harus senantiasa diberikan kepada sektor pajak.

Para capres dan cawapres yang salah satunya nantinya akan terpilih sebagai presiden dan wakil presiden harus menunjukan perhatian dan komitmen yang kuat untuk terus meningkatkan kinerja pajak di Indonesia. Sebagai langkah awal, perhatian dan komitmen tersebut harus dapat dinarasikan secara komprehensif dalam kampanye politik mereka.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN