Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Setkab)
JAKARTA, DDTCNews – Setelah sempat menjadi perbincangan publik beberapa bulan terakhir, pada Jumat (30/9) lalu pemerintah telah resmi mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok untuk tahun 2017 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan meski kontribusi penerimaan cukai terhadap penerimaan perpajakan cukup signfikan, namun tren penerimaan cukai dalam beberapa tahun terakhir ini sedang menurun.
“Kami berharap hal ini dapat berkorelasi positif dengan penerimaan dari sektor cukai. Di tahun 2017, ditargetkan penerimaan cukai sebesar Rp149,8 triliun atau 10,01% dari total penerimaan perpajakan,” tuturnya baru-baru ini.
Apabila ditinjau kontribusinya terhadap APBN, Sri Mulyani mencatat penerimaan cukai tahun 2014 berkontribusi sebesar 12,29% terhadap APBN. Lalu pada tahun 2015 kontribusinya menurun menjadi 11,68%. Sedangkan dari Januari hingga September 2016, kontribusinya 11,72%.
Menurut Sri Mulyani, penerimaan tersebut akan dialokasikan kepada pemerintah daerah berupa dana alokasi kesehatan atau earmarking. Di samping untuk kesehatan, dana itu rencananya akan digunakan untuk menyiapkan industri pengalihan bagi masyarakat yang bekerja di industri rokok.
“Kebijakan cukai memberikan memberikan pengaruh yang berarti terhadap kehidupan lebih dari 5,8 juta masyarakat Indonesia,” jelasnya seperti dikutip laman Ditjen Bea dan Cukai.
Sri Mulyani menambahkan dari sisi ketenagakerjaan, kebijakan cukai akan berdampak terhadap kelangsungan lapangan kerja sektor formal yang menaungi 401.989 orang. Sekitar tiga perempatnya atau 291.824 orang terlibat dalam produksi sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan industri padat karya.
Apabila ditambah dengan sektor informal, maka kebijakan ini akan berimbas pada beberapa pihak di antarnya 2,3 juta petani tembakau, 1,5 juta petani cengkeh, 600 ribu buruh tembakau, dan 1 juta pedagang eceran.
Sebagai informasi, pemerintah menetapkan tarif tertinggi untuk jenis tembakai sigaret putih mesin (SPM) sebesar 13,46% dan tarif terendah sebesar 0% berlaku untuk hasil tembakau SKT golongan IIIB, dengan kenaikan rata-rata tertimbang 10,54%. Sementara harga jual eceran (HJE) naik dengan rata-rata sebesar 12,26%. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.