UU HPP

Diubah di UU HPP, Sri Mulyani Sebut Sanksi Pajak Makin Rasional

Dian Kurniati
Kamis, 10 Maret 2022 | 17.30 WIB
Diubah di UU HPP, Sri Mulyani Sebut Sanksi Pajak Makin Rasional

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Sosialisasi UU HPP. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan DPR melalui UU 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas ultimum remedium tindak pidana perpajakan hingga tahap persidangan, dari yang sebelumnya hanya pada tahap penyidikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan besaran sanksi administrasi pajak pada UU HPP akan membuat implementasinya lebih rasional. Di sisi lain, ketentuan tersebut akan lebih mencerminkan keadilan bagi wajib pajak.

"Tujuannya adalah rasionalisasi sanksi sehingga kalau sanksinya enggak berlebih-lebihan, menyebabkan kalau orang sudah avoid atau melanggar makin takut, makin mendelep, makin enggak keluar," katanya dalam Sosialisasi UU HPP di Jawa Tengah, Kamis (10/3/2022).

Sri Mulyani mengatakan ketentuan sanksi pajak pada UU HPP mengubah peraturan sebelumnya yang tertuang dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pada UU HPP, pemerintah akan mengedepankan ultimum remedium sebagai upaya penegakan hukum pidana pajak dengan memprioritaskan pemulihan kerugian pendapatan negara.

Dalam hal ini, wajib pajak yang sengaja melakukan tindak pidana akan disanksi lebih berat ketimbang yang alpa atau tidak sengaja. Perubahan itu juga selaras dengan semangat UU Cipta Kerja.

Sri Mulyani menyebut perubahan ketentuan sanksi administrasi pajak melalui UU HPP akan lebih mencerminkan asas keadilan bagi wajib pajak. Misalnya pada sanksi PPh kurang bayar dan PPh kurang dipotong, terdapat sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atau membuat pembukuan. Sementara pada ketentuan yang lama, sanksi yang dikenakan sebesar 50% dan 100%.

Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat menurunkan sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT/membuat pembukuan dari semula sebesar 50% dan 100% menjadi 75% dan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20%. Kemudian, terdapat penurunan sanksi keberatan dan banding dari yang awalnya sebesar 100% dan 50% menjadi hanya sebesar 60% dan 30%. Sebelumnya, UU Cipta Kerja juga telah menurunkan tarif sanksi administrasi bunga.

Selain itu, perubahan juga terjadi pada sanksi setelah upaya hukum tetapi keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP. Sanksi atas keberatan pada UU HPP turun menjadi 30% dari sebelumnya 50%.

Sementara sanksi atas banding turun menjadi 60% dari sebelumnya 100%. Adapun pada peninjauan kembali, sanksinya kini diatur 60% dari sebelumnya tidak ada.

"Sekarang kita bisa hitung secara lebih rasional," ujar Sri Mulyani. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.