Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dibatalkannya penurunan tarif PPh badan dari 22% ke 20% pada tahun depan merupakan dampak langsung dari tercapainya kesepakatan atas pajak korporasi minimum global.
Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama mengatakan tercapainya kesepakatan pajak minimum global dengan tarif 15% menghilangkan tekanan bagi yurisdiksi untuk berlomba-lomba menurunkan tarif pajak.
"Indonesia bisa tidak ikut-ikut race to the bottom, itu impactnya langsung terasa di UU HPP. Kita tidak lanjut ke 20%, berhenti di 22%," ujar Mekar, Senin (15/11/2021).
Dengan income inclusion rule dan undertaxed payment rule atau IIR dan UTPR, Mekar memastikan korporasi multinasional akan dikenai pajak minimal sebesar 15% ke manapun perusahaan multinasional menggeser labanya.
Dengan demikian, dorongan bagi setiap yurisdiksi baik yang maju maupun yang berkembang akan hilang.
Bila melihat jumlah tambahan penerimaan pajak berkat pajak korporasi minimum global, Mekar mengatakan negara-negara maju tempat perusahaan multinasional berlokasi memang akan lebih diuntungkan dengan adanya ketentuan ini.
Meski demikian, Indonesia masih memiliki peluang di masa yang akan datang untuk mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari proposal Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) tersebut.
"Kita saat ini banyak unicorn yang bisa berkembang ke depan, perusahaan tambang kita, dan perusahaan sawit kita juga sudah mulai banyak yang merambah juga dalam posisi regionalnya. Itu bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk Pilar 2 menjadi sumber penerimaan ke depan," ujar Mekar. (sap)