Anggota DPR Muhammad Aras.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah diminta menunda rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan sebagaimana diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam pendapatnya atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 menyatakan kenaikan tarif PPN pada tahun depan berpotensi menekan daya beli masyarakat.
"Kenaikan tersebut akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Fraksi PPP meminta pemerintah menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12%," ujar Anggota DPR Muhammad Aras ketika membacakan pendapat fraksinya, Selasa (28/5/2024).
Aras mengamini bahwa tarif PPN yang berlaku Indonesia memang masih lebih rendah bila dibandingkan dengan tarif yang berlaku di negara-negara anggota OECD yang mencapai 15%.
Tarif PPN belum dapat dinaikkan sepanjang Indonesia masih menganut sistem single tariff. "Hal ini dianggap kurang adil karena tidak mempertimbangkan perbedaan daya beli masyarakat atau kebutuhan antara kelompok barang dan jasa yang berbeda," ujar Aras.
Untuk diketahui, tarif PPN akan naik menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025. Hal ini telah diatur dalam Pasal 7 UU PPN s.t.d.t.d UU HPP. Meski undang-undang menyatakan tarif PPN bakal naik, pemerintah sesungguhnya memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi 5% hingga 15% lewat peraturan pemerintah (PP).
Sebelum menerbitkan PP terkait tarif PPN, pemerintah perlu melakukan pembahasan terlebih dahulu bersama DPR pada saat penyusunan RAPBN.
Ketika ditanya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memasrahkan kebijakan tersebut ke pemerintahan baru. "Mengenai PPN, nanti kami serahkan kepada pemerintahan yang baru," kata Sri Mulyani pekan lalu. (sap)