Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 menegaskan setiap wajib pajak memiliki kewajiban untuk membayar pajak yang terutang tanpa perlu menunggu adanya surat ketetapan pajak (SKP) dari Ditjen Pajak (DJP).
Pada Pasal 19 ayat (1) PP 50/2022 beserta ayat penjelasnya, ditegaskan bahwa DJP tidak memiliki kewajiban untuk menerbitkan SKP atas semua SPT yang disampaikan oleh DJP.
"Penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak," bunyi ayat penjelas dari Pasal 19 ayat (1) PP 50/2022, dikutip pada Kamis (15/12/2022).
Jumlah pajak yang terutang menurut SPT yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah wajib pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bila wajib pajak telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar serta telah melaporkan SPT, DJP tidak perlu memberikan SKP untuk menagih jumlah pajak yang terutang.
Apabila DJP mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang pada SPT yang disampaikan oleh wajib pajak ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, DJP akan menetapkan jumlah pajak menggunakan SKP.
"Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, dirjen pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi ayat penjelas dari Pasal 19 ayat (3) PP 50/2022.
Untuk diketahui, PP 50/2022 ditetapkan oleh pemerintah guna melaksanakan ketentuan-ketentuan KUP pada UU HPP sekaligus merevisi beberapa ketentuan yang sebelumnya tercantum pada PP 74/2011 s.t.d.t.d PP 9/2021.
PP 50/2022 telah diundangkan pada 12 Desember 2022 dan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan. (sap)