KEBIJAKAN PAJAK

Perlukah Jokowi Pangkas Tarif PPh Badan? Ini Kata IBFD

Redaksi DDTCNews | Senin, 20 Maret 2017 | 16:28 WIB
Perlukah Jokowi Pangkas Tarif PPh Badan? Ini Kata IBFD

JAKARTA, DDTC – Tarif pajak penghasilan (PPh) badan di Indonesia saat ini mencapai 25% atau lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura. Namun, Indonesia masih dianggap tidak perlu menyesuaikan tarif pajak guna menarik minat investor.

Direktur Pelayanan Internasional Dokumentasi Fiskal (IBFD) Victor Can Kommer mengatakan investor masih melirik Indonesia sebagai tujuan investasi karena memiliki pangsa pasar yang besar.

“Kami melihat Indonesia memiliki populasi yang sangat besar. Sehingga para investor menilai hal ini sebagai sisi positif untuk menginvestasikan hartanya. Terlebih, Indonesia juga memiliki pasar yang besar pula, itu yang membuat pasar Indonesia sangat menjual,” ujarnya di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jumat (17/3).

Baca Juga:
Jokowi: Presiden dan Wapres Terpilih Harus Segera Siap-Siap Bekerja

Meskipun, dalam praktiknya, ada investor yang mengalihkan dana segarnya ke negara-negara yang tarif pajak relatif rendah, hal itu tidak cukup menjadi alasan pemerintah untuk menurunkan tarif pajaknya.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat ingin menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Badan dari 25% menjadi 17% di sela-sela sosialisasi tax amnesty pada Agustus tahun lalu. Pasalnya, Jokowi menginginkan tarif PPh badan di Indonesia bersaing dengan Singapura yang berada di kisaran 10%-16%.

"Intinya berpikirlah bahwa Indonesia adalah bangsa besar, pangsa besar, Jakarta adalah ibu kota, the most tweets are form here in Jakarta. Dan itu lah yang membuat pasar Indonesia itu sangat menjual," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Ahli Perpajakan Internasional IBFD Paul de Haan mengatakan tarif pajak yang diterapkan pemerintah Indonesia sudah mampu mengundang investor menanamkan modalnya di Indonesia.

"Saya setuju dengan Victor bahwa kita tidak perlu menurunkan tarif terlalu rendah, karena kita memiliki pasar yang besar. Namun barangkali ada sektor-sektor yang bisa diberikan insentif pajak. Kita harus memikirkan secara cermat, antara upaya meningkatkan tax ratio dan bussiness reasons dalam hal tarif pajak ini," tandasnya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 09:30 WIB KEANGGOTAAN OECD

Ingin Jadi Anggota OECD, Jokowi Bentuk Timnas

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pegawai Diimbau Cek Kebenaran Pemotongan PPh 21 oleh Pemberi Kerja

Kamis, 25 April 2024 | 18:54 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Level SAK yang Dipakai Koperasi Simpan Pinjam Tidak Boleh Turun

Kamis, 25 April 2024 | 18:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Kamis, 25 April 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tagihan Listrik dan Air dalam Sewa Ruangan Kena PPN, Begini Aturannya

Kamis, 25 April 2024 | 17:45 WIB DITJEN PERIMBANGAN KEUANGAN

Imbauan DJPK Soal Transfer ke Daerah pada Gubernur, Sekda, hingga OPD

Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT