PAJAK INTERNASIONAL (15)

Penghasilan Pekerjaan Bebas

Sabtu, 24 September 2016 | 05:59 WIB
Penghasilan Pekerjaan Bebas

Darussalam,
Managing Partner DDTC

MENGINGAT semakin meningkatnya transaksi lintas batas negara atas sektor jasa yang dilakukan oleh individu profesional, perlu untuk mengetahui aspek pajak internasional atas kegiatan usaha yang dijalankan oleh individu tersebut (disebut juga dengan penghasilan dari pekerjaan bebas (independent personal services). Ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas saat ini hanya terdapat dalam UN Model, yaitu diatur dalam Pasal 14.

Sedangkan dalam OECD Model, ketentuan ini telah dihapus pada tahun 2000 dan diasimilasikan ke dalam Pasal 7 yang mengatur tentang laba usaha (business profit). Walaupun Pasal 14 OECD Model telah dihapus, namun menurut suatu penelitian pada tahun 2013, diketahui bahwa 77% P3B di seluruh dunia masih memuat ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas.

Dalam Pasal 14 ayat (1) UN Model diatur mengenai prinsip umum pemajakan atas penghasilan dari pekerjaan bebas. Berdasarkan pasal ini, penghasilan yang diperoleh oleh orang pribadi (individu) dari pemberian jasa profesional (professional services) atau pekerjaan bebas lainnya hanya dapat dikenakan pajak (‘shall be taxable only’) di negara di mana orang pribadi tersebut menjadi subjek pajak dalam negeri atau di negara domisili.

Namun, terdapat pengecualian atas ketentuan di atas dalam hal salah satu ketentuan yang akan dijelaskan di bawah ini terpenuhi. Dengan demikian, negara sumber dapat mengenakan pajak atas penghasilan dari pemberian jasa profesional yang dilakukan oleh orang pribadi. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi agar negara sumber dapat mengenakan pajak adalah sebagai berikut:

  1. Apabila orang pribadi tersebut mempunyai suatu tempat tetap yang tersedia secara teratur baginya untuk menjalankan kegiatan-kegiatan di negara sumber; atau
  2. Apabila orang pribadi tersebut tinggal di negara sumber dalam suatu periode atau periode-periode yang jumlahnya melebihi 183 hari dalam masa 12 bulan yang mulai atau berakhir pada satu tahun pajak yang bersangkutan.

Cakupan penghasilan dari pekerjaan bebas dalam Pasal 14 UN Model terdiri atas penghasilan dari jasa profesional dan penghasilan dari kegiatan dengan karakter independen lainnya (other activities of an independent character).

Pasal 14 ayat (2) UN Model menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jasa profesional terutama termasuk:

  1. Kegiatan-kegiatan di bidang ilmu pengetahuan;
  2. Kesusasteraan;
  3. Pekerjaan-pekerjaan bebas yang dilakukan oleh para dokter, ahli teknik, ahli hukum, dokter gigi, arsitek, dan akuntan. Namun, cakupan penghasilan dari pekerjaan bebas tidak terbatas pada contoh-contoh yang disebutkan dalam Pasal 14 ayat (2). Hal ini dikarenakan kalimat “other activities of an independent character” yang terdapat dalam rumusan Pasal 14 ayat (1) menunjukkan bahwa terdapat pemberian jasa-jasa lainnya yang dapat saja masuk dalam cakupan pekerjaan bebas.

Berbeda dengan istilah jasa profesional, istilah ‘tempat tetap’ (fixed base) yang juga digunakan dalam rumusan Pasal 14 UN Model tidak diberikan definisinya. Akan tetapi, istilah ini dapat dimaknai bahwa tempat tetap tersebut dapat berupa suatu ruangan kantor atau tempat untuk melakukan praktik seperti praktik dokter, ahli hukum, maupun akuntan.

Sedangkan terkait dengan perhitungan time test terbentuknya ‘tempat tetap’, dalam beberapa P3B Indonesia hal ini ditentukan dari adanya kehadiran pemberi jasa yang melampaui jangka waktu tertentu (time test), umumnya selama 90 hari atau 120 hari atau 183 hari.

Perlu diperhatikan bahwa sebagaimana dijelaskan dalam UN Commentary Pasal 14 hanya dapat diterapkan jika pemberi jasa profesional merupakan orang pribadi. Sedangkan jika pemberi jasa merupakan suatu perusahaan atau bentuk badan hukum lainnya maka Pasal 7 yang seharusnya diterapkan.

Selain itu, terkait dengan alokasi laba usaha, UN Commentary atas Pasal 14 secara jelas juga menyebutkan bahwa prinsip-prinsip alokasi laba sebagaimana diterapkan dalam Pasal 7, berlaku juga untuk Pasal 14. Salah satu prinsip alokasi laba tersebut menyebutkan bahwa alokasi laba kepada suatu BUT harus memperhitungkan biaya-biaya yang dapat dibebankan (net-basis). Hal yang sama juga berlaku bagi tempat tetap. Atau, dengan kata lain, pengenaan pajak berdasarkan gross-basis terhadap suatu tempat tetap tidak diperbolehkan oleh P3B.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 06 Maret 2024 | 15:55 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Perkembangan Teknologi Jadikan Prospek Profesi Pajak Makin Luas

Rabu, 06 Maret 2024 | 15:15 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

FEB UI Tanda Tangani Kerja Sama Pendidikan dengan DDTC

Jumat, 01 Maret 2024 | 17:15 WIB KOMPETISI PAJAK

Binus University Raih Juara I PERTAPSI Tax Competition 2024

Jumat, 01 Maret 2024 | 17:00 WIB KOMPETISI PAJAK

Keseruan Babak Final PERTAPSI Tax Competition 2024 di Menara DDTC

BERITA PILIHAN