Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
BERSAMAAN dengan momentum tahun politik, target penerimaan pajak dalam APBN 2019 dipatok senilai Rp1.577,6 triliun, tumbuh 10,79% dibandingkan target tahun ini Rp1.424,0 triliun. Bila dibandingkan outlookrealisasi yang disodorkan pemerintah tahun ini Rp1.350,9 triliun, target tahun depan menyetel pertumbuhan sekitar 16,8%.
Berbekal optimisme realisasi pertumbuhan lebih dari 17% per akhir Oktober 2018, Dirjen Pajak Robert Pakpahan menilai target pada tahun depan berpeluang besar untuk dicapai. Apalagi, target tahun depan cenderung ‘lebih moderat’ dibandingkan target-target sebelumnya yang sangat ambisius.
InsideTax (majalah perpajakan bagian dari DDTCNews) berkesempatan mewawancarai Robert belum lama ini untuk mencari tahu rencana langkah-langkah dari otoritas untuk mengamankan penerimaan pajak pada tahun depan. InsideTax juga sempat bertanya tentang posisi Indonesia dalam semaraknya seruan aksi unilateral untuk pemajakan ekonomi digital. Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Anda melihat target penerimaan pajak tahun depan?
Kalau tahun ini kita bisa selesaikan dengan pertumbuhan sekitar 17,6%-17,8%, seharusnya target pertumbuhan 16,8% pada 2019 menjadi sesuatu yang agak melegakan. Pada tahun-tahun yang lampau, kantor wilayah (kanwil) selalu kaget karena dibagi target penerimaan hingga 30%. Untuk tahun depan, seharusnya mereka lebih mudah mengatur anak buah dan ekspektasi, walaupun tahun depan mungkin bisa lebih challenging dari tahun ini.
Target penerimaan pajak tahun depan termasuk paling rendah sejak pemerintahan Kabinet Kerja. Apa ini ada kaitannya dengan tahun politik?
Penetapan target kan sebenarnya antara pemerintah dan DPR. Ada dinamika yang terjadi di dalam pembahasan selama ini. Selain itu, pembelajaran mengenai apa yang sudah terjadi itu penting juga. Membuat target tumbuh selalu tinggi – sehingga tidak terukur dan cenderung menakutkan – mengganggu ekonomi, private sector, dan juga aparat pajak. Ritme kerja aparat pajak bisa rusak karena target yang terlalu besar.
Dengan target pertumbuhan 16,8% apakah diperkirakan sudah membuat WP nyaman?
Semakin kecil target penerimaan pajak maka pelaku ekonomi akan semakin nyaman. Kalau ekonominya tumbuh secara nominal [pertumbuhan ekonomi & inflasi] 8,5%- 9%, 7,5%-an lebihnya berasal dari new compliance.Pertanyaannya adalah bagaimana memastikan pertumbuhan itu berasal dari yang memang tidak patuh, tidak memaksa yang sudah patuh. Selain itu, ada sektor-sektor ekonomi baru yang tumbuh cukup tinggi.
Anda menyebut tahun depan bisa lebih menantang dari tahun ini. Apa saja tantangannya?
Tahun ini kan ada persoalan kurs jauh lebih lemah dari yang diasumsikan. Bagi perusahaan-perusahaan yang mempunyai outstanding utang besar atau bayar bunga, mungkin dia akan membukukan rugi kurs. Rugi kurs 2018 kan nanti dilaporkan dalam SPT [surat pemberitahuan] pada April 2019. Itu mempengaruhi setoran dia.
Lantas, apa ‘senjata’ Ditjen Pajak tahun depan?
Ya biasa saja lah. Kita perbaiki tata kelola. Kita kerja dengan lebih berkualitas, enggak usah macam-macam. Ya itulah senjatanya.
Apa maksud ‘enggak usah macam-macam’?
Enggak usah melakukan reform di berbagai titik terlalu dramatis malah enggak terkontrol. Kalau kita mau memperbaiki tata kelola pemeriksaan, ya kita perbaiki terus di hulunya. Dari sisi implementasinya, nanti ada komite sesuai SE-15/2018.
Kalau kami sudah memulai perbaikan tata kelola data, data masuk, data dibersihkan, difilter, dan didistribusikan kepada para pengguna data. Itu saja yang kami tekuni dan harusnya sudah powerful untuk mendorong kinerja kami. Saya akan mencegah membuat terlalu banyak regulasi.
Apakah ada pengaruh tahun politik terhadap upaya pengamanan penerimaan?
Saya enggak hitung persis, tapi ada positifnya lah. Berbagai kegiatan kampanye itu pasti akan menambah aktivitas di Indonesia. Orang menggunakan moda transportasi, makan, sewa ruangan, membuat kaos, dan lain sebagainya.
Munculnya Surat Edaran No. SE-15/PJ/2018 juga membuat heboh masyarakat. Bagaimana tanggapan Anda?
SE-15/2018 yang kita keluarkan itu adalah SE pertama yang diharapkan memperbaiki tata kelola pemeriksaan. Kita heran juga sih kenapa heboh, orang itu niatnya lebih bagus dari yang seharusnya. Terkadang orang mengira seakan-akan dulu enggak ada SE-nya, padahal itu perbaikan terhadap SE yang sebelumnya.
Itu kan memperbaiki di hulunya, menghindari pemeriksaan yang tidak perlu, serta menghindari pemeriksaan atas subjektivitas atau kurang knowledge. Usulan pemeriksaan baru harus menggunakan metode kriteria dengan persetujuan dari komite kanwil dan pusat. Nanti tiga bulan sekali kita berikan daftarnya. Ini akan mengurangi pemeriksaan yang enggak perlu.
Sudah adakah daftar pemeriksaan yang menggunakan metode baru SE tersebut?
Belum ada daftar nominatif yang diterbitkan komite karena yang lama kita bereskan dahulu. Ya mungkin akhir tahun ini sudah ada daftar baru hasil kerja komite. Nah, sekarang enggak mungkin lagi karena daftar nominatif pemeriksaan diterbitkan tiap tiga bulan. Selain itu, ada koordinasi yang berjalan antara KPP, kanwil, dan kantor pusat.
Memang ini ada kesan pemeriksaan kok birokratis. Namun, saya pikir, kalau memeriksa birokratis enggak apa-apa. Ini bentuk kehati-hatian karena kita menyentuh masyarakat. Pemeriksaan itu perlu prudent. Yang enggak boleh birokratis itu pelayanan. Jangan sampai orang mau bertanya saja harus pakai filter komite lebih dulu.
Dalam berbagai kesempatan Anda selalu menyebut akan menggunakan sistem teknologi informasi untuk manajemen risiko. Bagaimana perkembangannya?
Pengadaan IT [information technology] bukan sesuatu yang gampang dilakukan. Selain karena nilainya besar, biasanya pengadaan membutuhkan waktu lama atau multiyear. Tidak hanya itu, IT berkembang sangat pesat. IT pajak juga lebih khusus, lebih lama dari IT korporasi biasa karena banyak aplikasi yang dibangun. Ini juga harus terus disesuaikan dengan pergerakan undang-undang.
Luckily, sekarang kantor pajak di dunia ini memiliki kemiripan di dalam pemeriksaan. Mulai dari bagaimana mengadili, melaporkan SPT melalui e-filing, dan membayar pajak. Dengan demikian, kita beli core tax yang hanya tinggal dimodifikasi. Oleh karena itu, kita tidak perlu membangun dari nol. Nantinya, hampir seluruh proses bisnis di DJP, mulai dari kantor pusat, kanwil, hingga KPP dimasukkan dalam sistem. Ini akan membuat adanya akuntabilitas dan transparansi.
Apakah ini nantinya juga akan mendukung implementasi automatic exchange of information (AEoI)?
AEoI ini kan menjadi pintu masuknya data. Begitu data masuk, how we handle it secara proper dan pastinya tidak hilang serta tidak disalahgunakan. Oleh karena itu, pengawasan juga menjadi bagian yang penting dilakukan dengan IT. Sejauh ini kita sudah menerima data dari lebih dari 50 yurisdiksi, tapi kita masih pelajari dan komunikasikan. Meskipun ada common reporting standar, kita sekarang masih dalam masa-masa komunikasi karena ada yang enggak bisa dibaca jadi dikembalikan.
Simak wawancara Dirjen Pajak Robert Pakpahan selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi 40. Unduh majalah InsideTax di sini. (kaw)