MALANG, DDTCNews – Pemerintah Indonesia harus belajar dari Inggris dalam hal mengejar pajak dari Google. Hal itu dinyatakan oleh pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam.
Menurut dia, upaya Inggris mengejar pajak Google tidak hanya sampai tataran pemerintah, tetapi juga melibatkan badan legislatif guna menekan Google.
“Kalau itu sudah menyangkut rakyat, yang kita tahu wakil rakyat itu dalam konteks kita ya DPR, harus bisa panggil mereka, dengar pendapat dengan mereka, kok bisa seperti ini,” ujar Darussalam dalam acara media gathering Direktorat Jenderal Pajak di Malang, Jumat (14/10).
Seperti diketahui, perusahaan raksasa internet, Google, menolak untuk diperiksa atas dugaan penghindaran pajak. Ditjen Pajak pun sudah memberikan peringatan kepada Google.
Sebagai wakil rakyat, DPR juga harus berkontribusi serupa dengan yang dilakukan oleh parlemen Inggris yang mampu menagih pajak Google melalui keikutsertaan parlemennya dalam menangani kasus tersebut.
“Perusahaan Over the Top (OTT) seperti saat ini contohnya Google Asia Pasific, perlu ditangani Ditjen Pajak yang berkonsolidasi dengan DPR,” ucapnya.
Selain menekan Google melalui lembaga legislatif, Pemerintah Inggris juga membentuk undang-undang baru yang sangat agresif. Menurut aturan tersebut, perusahaan layanan internet yang terbukti membawa keuntungan ke negara lain yang pajaknya lebih rendah harus membayar pajak 25%.
“Lembaga otoritas pajak harusnya juga secara agresif, kalau dia (Google) melakukan aggressive tax planning. Jadi, harus dilawan,” kata Darussalam. (Amu)