JAKARTA, DDTCNews – Kinerja perdagangan yang melemah membuat realisasi penerimaan bea dan cukai turun. Berita ini menghiasi surat kabar nasional pagi ini, Selasa (1/11).
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan dengan kinerja perdagangan internasional, termasuk Indonesia dan negara-negara lain, yang saat ini melemah, dikhawatirkan akan mebuat shortfall membesar di akhir tahun.
Pasalnya, kinerja impor Indonesia sepanjang tahun ini turun 17% (year to date). Selain itu, hingga 27 Oktober 2016, realisasi penerimaan bea dan cukai baru mencapai Rp114,09 triliun, kurang Rp69,91 triliun dari target APBN-P 2016.
Kabar lainnya mengenai pembahasan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) untuk aset dana investasi real estate (DIRE) yang kini belum rampung. Berikut ringkasan berita selengkapnya:
Persoalan penurunan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) untuk instrumen dana investasi real estate (DIRE) hingga kini masih belum menemukan titik temu. Menko Perekonomian Darmin Nasution akan melakukan koordinasi lanjutan dengan pemerintah daerah terkait dengan batasan tarif BPHTB maksimal 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE. Dia belum bisa memastikan terkait regulasi yang akan diterbitkan.
Kebijakan insentif diskon pajak penghasilan 50% untuk industri alas kaki serta tekstil dan produk tekstil memberi berkah bagi emiten tekstil di Bursa Efek Indonesia. Dari kebijaka ini, emiten bisa menghemat beban. Direktur PT Asia Pacific Investama Tbk Anas Bahfen mengapresiasi program insentif pajak berupa pemotongan PPh Pasal 21 ini, Dengan jumlah karyawan sebanyak 10.000 orang, insentif ini bisa mengurangi beban PPh Pasal 21 hingga 14%.
Lama ditunggu-tunggu, pemerintah akhirnya memberi insentif bebas pajak (tax holiday) kepada PT Synthetic Rubber Indonesia selama 7 tahun. Perusahaan ini merupakan perusahaan terakhir dari 11 perusahaan yang mengajukan insentif pembahasan pajak penghasilan (PPh Badan) alias tax holiday. Dari jumlah itu, hanya enam perusahaan yang diterima, lima sisanya antara lain PT Unilver Oleochemical Indonesia (5 tahun), PT Petrokimia Butadiene Indonesia (5 tahun), PT Energi Sejahtera Mas (7 tahun), PT Ogan Komering Ilir Pulp & Paper Mils (8 tahun), dan PT Caterpillar Indonesia Batam (5 tahun), namun untuk PT terakhir ini beluma ada putusan dari Kemenkeu.
Pemerintah menyiapkan dua kebijakan bagi pendanaan perusahaan rintisan (start-up) sejalan dengan upaya mendorong ekonomi digital Indonesia agar mencapai valuasi US$130 miliar di 2020. Pertama, berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi melalui penggunaan data Universal Service Obligation (USO) guna percepatan wilayah 3T (terluar, terdepan, tertinggal) yang meliputi 122 Kabupaten. Kedua, adanya skema pendanaan untuk start-up dari dana KUR yang dikonversi jadi ekuitas di bawah koordinasi Kementerian Keuangan. (Amu)