Reruntuhan gempa di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Juli 2018.
MATARAM, DDTCNews—Justru ketika butuh dana untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2019 Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dipastikan anjlok Rp534 miliar dibandingkan dengan APBD Perubahan 2018.
Kepastian itu didapat setelah Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengajukan rancangan APBD 2019 ke DPRD, Senin (5/11/2018). Penurunan belanja itu terlihat dalam dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Angggaran Sementara (KUA-PPAS) 2019.
Dalam rancangan itu, total belanja ditargetkan Rp5,24 triliun, susut jauh dari APBD Perubahan 2018 yang mencapai Rp5,77 triliun. Pendapatan juga susut Rp102 miliar menjadi Rp5,24 triliun, berkurang dari pendapatan APBD Perubahan 2018 sebesar Rp5,34 triliun.
Pendapatan berkurang terutama karena target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dipotong Rp85,6 miliar dari sebelumnya Rp1,7 triliun menjadi Rp1,6 triliun. Akibatnya, pembiayaan juga susut Rp412 miliar, dari Rp432,6 miliar menjadi hanya Rp20,6 miliar.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan dana daerah memang terbatas. Karena itu, ia berharap untuk memenuhi kebutuhan belanja, terutama rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa banyak dibantu pusat. “Semoga pusat memberikan banyak anggaran ke kami,” katanya.
Meski belanja anjlok hingga Rp534,3 miliar, komponen belanja tidak langsung seperti gaji pegawai, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja tidak terduga malah naik Rp77,3 miliar, yaitu dari Rp3,01 triliun tahun ini menjadi Rp3,09 triliun tahun depan.
Pengurangan terjadi pada belanja langsung, seperti pengadaan barang dan jasa yang susut Rp612 miliar dari Rp2,7 triliun jadi Rp2,1 triliun. Secara keseluruhan, dengan membandingkan target pendapatan dan belanja, maka terdapat defsit atau kekurangan anggaran Rp650 juta.
Kenaikan juga terjadi pada dana perimbangan sebesar Rp157,3 miliar, dari Rp3,3 triliun jadi Rp3,4 triliun. Komponen dana alokasi umum naik Rp45,9 miliar dan dana alokasi khusus bertambah Rp199,5 miliar. Namun, dana bagi hasil pajak dan bukan pajak berkurang Rp88 miliar.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Supran menjelaskan berkurangnya pendapatan disebabkan banyak hal. Di antaranya dana hibah yang direncanakan Rp204 miliar tahun ini belum terealisasi, sehingga hanya mencantumkan Rp50 miliar saja tahun depan.
“Tahun lalu ada janji dana hibah dari BNPB untuk mengatasi kekeringan di NTB, tetapi faktanya hanya sekitar Rp60 miliar yang direalisasikan. Akhirnya, kami tidak berani lagi mengalokasikan dana tersebut. Itu sangat besar pengaruhnya bagi pendapatan,” katanya.
Demikian juga dengan target pajak daerah susut karena bagi hasil pajak rokok yang dipangkas pusat untuk membiayai defisit BPJS Kesehatan. Sementara itu, pembiayaan juga berkurang karena Pemprov tahun ini telah menjual saham PT Daerah Maju Bersaing senilai Rp178 miliar.
Terkait dengan naiknya belanja pegawai, seperti dilansir lombokpost.net, Supran mengklaim hal tersebut disebabkan peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi. Hal itu membuat jumlah pegawai naik dua kali lipat, dari enam ribuan menjadi 14 ribuan. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.