KONSENSUS PAJAK GLOBAL

C-20 Usul Tarif Pajak Minimum Global 25% & Penurunan Threshold Pilar 1

Muhamad Wildan | Kamis, 22 September 2022 | 14:09 WIB
C-20 Usul Tarif Pajak Minimum Global 25% & Penurunan Threshold Pilar 1

Poin-poin kebijakan perpajakan yang didorong oleh Civil-20.

JAKARTA, DDTCNews - Taxation & Sustainable Finance Working Group (TSFWG) Civil-20 mengusulkan beragam kebijakan pajak yang dipandang perlu untuk mendukung pemulihan ekonomi secara inklusif serta memperbaiki sistem perpajakan global.

Sherpa C-20 Ah Maftuchan mengatakan pihaknya mengusulkan pemberlakuan tarif pajak korporasi minimum global yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tarif yang telah disepakati dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Baca Juga:
Empat Menteri Negara G20 Dukung Penerapan Pajak Kekayaan Global

"G-20 sudah menyepakati adanya tarif minimum untuk korporasi sebesar 15% dalam Presidensi Italia tahun lalu, tapi kami C-20 meminta agar tarifnya sebesar 21% sampai 25%," ujar Maftuchan dalam Pre C-20 Summit TSFWG yang digelar oleh TSFWG C-20 dan Tax Centre FIA Universitas Indonesia (UI), Kamis (22/9/2022).

C-20 juga mendorong penurunan threshold pemberlakuan pajak minimum global dari yang saat ini senilai EUR750 juta agar makin banyak perusahaan multinasional yang tercakup dalam Pilar 2. Perusahaan juga didorong untuk memublikasikan country by country reporting (CbCR) kepada publik guna mendukung agenda transparansi pajak.

Mengenai Pilar 1: Unified Approach, Maftuchan mengatakan C-20 juga mendorong pemberlakuan Pilar 1 yang akan menjadi landasan dari pengalokasian hak pemajakan dari negara domisili menuju negara berkembang.

Baca Juga:
Proses Aksesi OECD, Pemerintah Indonesia Mulai Penilaian Mandiri

Implementasi Pilar 1 akan membantu negara-negara berkembang untuk memajaki perusahaan multinasional, khususnya perusahaan digital yang tidak memiliki kehadiran fisik di wilayah negara berkembang tersebut.

C-20 juga mendorong adanya penurunan threshold pemberlakuan Pilar 1 dari yang saat ini senilai EUR20 miliar. Penurunan threshold diperlukan agar makin banyak perusahaan multinasional yang tercakup Pilar 1 dan makin banyak negara pasar yang mendapatkan tambahan penerimaan berkat instrumen ini.

"Tema ini masih jauh dari conclusion. Pilar 1 dan Pilar 2 yang digotong oleh OECD atas request dari G-20 juga masih going nowhere," ujar Maftuchan.

Baca Juga:
Inflasi Bikin Beban PPh Pegawai di Negara-Negara OECD Meningkat

Menanggapi masukan dari C-20, akademisi dari FIA UI Ning Rahayu berpandangan tarif pajak minimum Pilar 2 sebaiknya tidak ditingkatkan menjadi 25%. Menurutnya, Indonesia sebagai negara yang lebih banyak menerima inbound investment akan dirugikan bila tarif pajak minimum global ditingkatkan dari 15% menjadi 25% seperti usulan C-20.

Kenaikan tarif pajak minimum global justru berpotensi menguntungkan negara domisili yang notabene adalah negara-negara maju. "Untuk saat ini, menaikkan ke 25% justru negara Indonesia sebagai negara berkembang akan rugi," ujar Ning.

Mengenai Pilar 1, Ning sepakat dengan usulan C-20 yang mendorong penurunan threshold. Akibat ketetapan threshold Pilar 1 senilai EUR20 miliar yang terlalu tinggi tersebut, manfaat yang diterima oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dengan adanya Pilar 1 masih tergolong minim.

Baca Juga:
Belum Ada Perkada Insentif Pajak Hiburan, Pemda Bisa Ambil Diskresi

Bila threshold tidak dapat diturunkan, Ning berpandangan negara-negara berkembang sebaiknya menerapkan pajak digital secara unilateral. Indonesia sendiri memiliki ruang untuk menerapkan pajak transaksi elektronik sesuai dengan Perppu 1/2020.

"Banyak negara lain yang sudah mengenakan pajak atas transaksi elektronik secara unilateral. Apalagi kita tahu konsensus global ini tidak tahu kapan dimulainya. Mengapa kita tidak segera memberlakukan pajak transaksi elektronik secara unilateral?," ujar Ning.

Selain mendorong peningkatan tarif pajak minimum global Pilar 2 serta penurunan threshold Pilar 1, C-20 juga mendorong beberapa agenda perpajakan lainnya seperti pemberlakuan pajak kekayaan, penerapan perspektif gender dalam kebijakan pajak, pembentukan badan pajak untuk perpajakan global melalui UN Tax Convention, dan pemberlakuan pajak karbon yang efektif.

Baca Juga:
Bertemu Perwakilan Perusahaan Singapura, DJP Ulas Fasilitas Perpajakan

C-20 mengusulkan pemberlakuan pajak kekayaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Pajak kekayaan diusulkan dengan tarif fix rate untuk setiap kekayaan di atas US$10 juta.

Catatan lainnya, perspektif gender perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pajak diperlukan guna menghapuskan pembebanan pajak yang tidak adil terhadap perempuan.

Selanjutnya, C-20 menilai perlunya badan pajak khusus di bawah naungan PBB guna membahas masalah perpajakan di berbagai yurisdiksi. Badan pajak internasional di bawah naungan PBB dirasa lebih mewakili kepentingan seluruh negara baik negara maju maupun negara berkembang.

Terkait dengan implementasi pajak karbon, C-20 mendorong penerapan pajak karbon yang efektif dan memastikan pajak tersebut ditanggung secara adil baik oleh produsen maupun oleh konsumen. C-20 juga mendukung rencana G-20 dan OECD yang berencana membentuk Inclusive Forum on Carbon Mitigation Approach. Hanya saja, C-20 berpandangan perancangan mekanisme pajak karbon ini akan lebih inklusif bila dilakukan melalui mekanisme PBB. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 03 Mei 2024 | 18:43 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Siapkan Insentif untuk Mobil Hybrid, Seperti Apa?

Jumat, 03 Mei 2024 | 10:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Begini Proyeksi OECD soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 dan 2025

Kamis, 02 Mei 2024 | 14:30 WIB KONSENSUS PAJAK GLOBAL

Empat Menteri Negara G20 Dukung Penerapan Pajak Kekayaan Global

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Proses Aksesi OECD, Pemerintah Indonesia Mulai Penilaian Mandiri

BERITA PILIHAN
Jumat, 03 Mei 2024 | 19:49 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Koperasi Masih Bisa Sampaikan Laporan Keuangan secara Manual Jika Ini

Jumat, 03 Mei 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Harga Minyak Mentah RI Naik, Imbas Ketegangan di Timur Tengah

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:43 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jokowi Siapkan Insentif untuk Mobil Hybrid, Seperti Apa?

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:35 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Begini Aturan Penghimpunan dan Penyaluran Dana Koperasi Simpan Pinjam

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:30 WIB KAMUS KEPABEANAN

Update 2024, Apa Itu Barang Kiriman?

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:25 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bikin NPWP Belasan Tahun Lalu dan Kini Non-Aktif, Bisa Digunakan Lagi?

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:35 WIB KEBIJAKAN MONETER

Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 6,25%, Dampak ke APBN Diwaspadai

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Adakan Blokir Serentak, DJP Jatim Sasar 1.182 Rekening Wajib Pajak

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Penyediaan Tenaga Kerja Kena PPN, Pakai Nilai Lain atau Penggantian?