JAKARTA, DDTCNews – Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty terus mendapat perlawanan dari buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Buruh menganggap tax amnesty mencederai rasa keadilan, khususnya bagi kaum buruh yang diklaim selalu patuh membayar pajak.
Atas perlawanan tersebut, Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menegaskan buruh bukan termasuk objek pajak lantaran penghasilan di bawah Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan batas Rp 4,5 juta per bulan.
"Jadi buruh itu tidak bayar pajak karena pendapatannya di bawah PTKP. Semua masyarakat yang di bawah PTKP tidak bayar Pajak Penghasilan (PPh), tapi PPN mereka bayar semua," ujarnya, baru-baru ini.
Sebagai gambaran Ken memberi contoh, jika seorang buruh memperoleh gaji lebih dari Rp4,5 juta, misalnya Rp5 juta per bulan, maka kelebihan Rp 500 ribu dikalikan tarif PPh 5%. Dengan demikian, buruh hanya membayar pajak Rp25 ribu.
Meski begitu, sambungnya, Dirjen Pajak tidak dapat menghalangi kebebasan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk berdemo atau menggugat sebuah produk hukum.
"Kalau demo itu boleh, demo apapun itu. Ngomong apa saja boleh, mau nyerbu DJP juga boleh. Itu hak mereka dan saya terlatih untuk bekerja saja," tutur Ken.
Seperti diberitakan sebelumnya, buruh menegaskan pantang mundur dengan tuntutan supaya Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut UU Pengampunan Pajak. Kendati demikian, judicial review ini nampaknya tak berpengaruh pada pencapaian nilai pernyataan harta maupun uang tebusan dari tax amnesty yang terus meroket.
"Saya pun merasa program ini bukan suatu kekeliruan. Ini diterapkan pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan negara melalui sektor perpajakan," ujar Ken.
Walau berbagai edukasi dan pengetahuan yang dilontarkan oleh pemerintah di sidang uji materi, penggugat UU Pengampunan Pajak tetap bersikeras untuk menjatuhkan program tersebut dengan alasan ketimpangan keadilan yang terjadi akibat berlakunya program yang sudah berjalan pada periode kedua. (Amu)