Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memberikan paparan terkait kinerja Kementerian ESDM tahun 2024 di Jakarta, Senin (3/2/2025). Kementerian ESDM mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor ESDM sebesar Rp269,6 triliun atau mencapai 115 persen dari target dalam APBN 2024 serta realisasi investasi mencapai Rp529,76 triliun yang naik dari Rp490,88 triliun pada tahun 2023. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/nz
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah baru saja menerbitkan aturan baru soal distribusi elpiji 3 kilogram (kg). Penjualan elpiji bersubsidi itu kini harus melalui agen atau pangkalan resmi, tidak lagi ke pengecer.
Kebijakan tersebut sontak membuat publik ramai. Tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan kelangkaan elpiji karena pengecer tidak bisa lagi berjualan tabung gas bersubsidi itu. Menanggapi fenomena ini, Wakil Presiden Gibran Rakabumi Raka ternyata sempat menitipkan pesan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
"Ini transisi saja sebenarnya, soal waktu [peralihan skema distribusi ke pangkalan]. Saya sudah diminta Pak Wapres [Gibran Rakabuming Raka] memperhatikan ini. Pak Wapres dan Pak Presiden [Prabowo Subianto] perintahkan saya cek ini secara langsung," kata Bahlil dalam konferensi pers, Senin (3/2/2025).
Terkait dengan kelangkaan elpiji yang dirasakan masyarakat, Bahlil memastikan bahwa kebijakan yang berlaku saat ini tidak memangkas kuota distribusi elpiji bersubsidi. Yang berubah, ujarnya, hanyalah skema penyaluran dari PT Pertamina (persero) ke konsumen.
"Selama ini kan Pertamina menyuplai ke agen. Agen menyuplai ke pangkalan. Pangkalan menyuplai ke pengecer. Nah, ada laporan masuk ke kami, ada yang memainkan harga," kata Bahlil.
Permainan harga oleh pengecer ini membuat harga jual elpiji 3 kg lebih mahal dari yang semestinya. Padahal, pemerintah sebenarnya sudah mensubsidi elpiji senilai Rp12.000 per kg. Kondisi inilah yang membuat pemerintah akhirnya menyetop izin pengecer untuk menjual elpiji 3 kg.
"Mohon maaf tidak bermaksud curiga, ada sekelompok orang yang membeli elpiji dalam jumlah tidak wajar. Ini untuk apa, harganya dinaikkan," kata Bahlil.
Dengan penyaluran produk melalui pangkalan, Bahlil menilai pemerintah dan Pertamina memiliki kontrol penuh untuk mengawasi harga jual. Sanksi juga lebih mudah diberikan ke pangkalan apabila ada yang terbukti memainkan harga jual eceran.
Kendati begitu, Bahlil memahami keluhan masyarakat mengenai kelangkaan elpiji. Yang terjadi saat ini, menurut Bahlil, adalah pembiasaan masyarakat untuk membeli elpiji di agen atau pangkalan, bukan lagi di pengecer. Hal itu yang akhirnya dirasakan oleh publik bahwa akses terhadap elpiji lebih susah.
"Contoh di Jaktim, biasanya dalam 100 meter kita sudah menemukan pengecer. Kini, bisa 1 km baru menemukan pangkalan elpiji. Bahkan banyak yang tidak tahu pangkalannya di mana. Ya ini transisi," kata Bahlil.
Sebagai solusi, pemerintah dan Pertamina membuka ruang bagi pengecer elpiji untuk naik level ke pangkalan. Pengecer bisa mengajukan izin usaha pangkalan jika memang memenuhi syarat. Dengan begitu, pengusaha bisa kembali menjual elpiji 3 kg.
"Cuma ini kan zona nyaman ini. Rakyat kecil pasti banyak yang bertanya. Tetapi Bapak Ibu, mohon kasih kami waktu sedikit saja. Barang nggak ada yang langka, saya jamin," kata Bahlil. (sap)