PAJAK INTERNASIONAL

Mencermati Studi Empiris Tax Avoidance dan Tax Evasion

Awwaliatul Mukarromah | Jumat, 01 Maret 2019 | 19:39 WIB
Mencermati Studi Empiris Tax Avoidance dan Tax Evasion

ISU kepatuhan pajak tengah menjadi sorotan publik. Peningkatan kepatuhan pajak pun telah menjadi tujuan penting otoritas pajak dan pembuat kebijakan di banyak negara. Namun, masih intensifnya praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) membuat tujuan tersebut sulit untuk dicapai.

Teori-teori keuangan publik yang ada seringkali tidak memberikan perhatian khusus terhadap isu tax avoidance dan tax evasion. Untuk itu, buku yang berjudul ‘The Economics of Tax Avoidance and Evasion’ ini hadir untuk menyajikan studi empiris mengenai penghindaran dan penggelapan pajak dari perspektif ekonomi.

Buku yang disunting oleh Dhammika Dharmapala ini terdiri dari 15 bab dan isinya merupakan kumpulan dari 44 jurnal internasional dari tahun 1970-an hingga 2014. Secara garis besar, buku yang dirilis oleh Edwar Elgar Publishing Ltd. pada 2017 ini memberikan ikhtisar tentang beberapa studi empiris yang berkontribusi signifikan, terutama yang terkait dengan analisis ekonomi terhadap penghindaran dan penggelapan pajak.

Baca Juga:
Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

Pemaparan buku ini diawali dengan penekanan terhadap perbedaan definisi antara tax avoidance dan tax evasion. Hal ini penting untuk dipahami karena keduanya merupakan fenomena yang berbeda. Tax evasion lebih mudah didefinisikan karena tax evasion secara jelas ‘melanggar’ ketentuan hukum pajak yang berlaku dengan tidak membayar utang pajak yang seharusnya dibayarkan.

Sementara definisi tax avoidance cukup kompleks. Tax avoidance didefinisikan sebagai upaya untuk mengurangi jumlah pajak tanpa mengubah substansi ekonomi dan ‘tidak melanggar’ ketentuan hukum pajak. Tax avoidance dapat dikatakan sebagai istilah alternatif dari ‘tax sheltering’ dan ‘tax planning’. Isu terkait penghindaran pajak yang saat ini disoroti publik adalah dari aspek moralitas dan sifat keagresifannya.

Dalam bab pertama buku ini, diuraikan mengenai teori-teori pionir mengenai tax evasion dari Allingham-Sandmo (1971), Srinivisan (1973), dan Yitzhaki (1974) yang secara garis besar berbicara mengenai faktor pendorong terjadinya penggelapan pajak. Teori ketiganya memberikan kerangka dasar dalam studi empiris yang disajikan dalam buku ini.

Baca Juga:
Catat! Tiga Kondisi Ini Membuat WP Perlu Lakukan Pembukuan Terpisah

Salah satu pendekatan dalam studi empiris tersebut adalah dengan menggunakan data pengamatan yang diambil dari Taxpayer Compliance Measurement Program (TCMP) yang dilakukan oleh otoritas pajak Amerika Serikat (AS)/Internal Revenue Services (IRS). IRS melakukan audit intensif terhadap sampel random bertingkat dari Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tahunan yang dilaporkan. Audit tersebut mengumpulkan data jumlah penghasilan yang dilaporkan wajib pajak dan penghasilan kena pajak yang ditetapkan berdasarkan hasil audit.

Studi empiris Clotfelter (1983) menganalisis cross-sectional data dari TCMP untuk tahun 1969 untuk menganalisis faktor pendorong tax evasion. Konsisten dengan teori dasar Allingham-Sandmo, Clotfelter menemukan bahwa penggelapan pajak berhubungan erat dengan tarif pajak marginal (marginal tax rate) wajib pajak. Namun, Freinsten (1991) yang menggunakan metode pooled cross-section atas data TCMP untuk dua tahun yang berbeda justru menemukan hubungan negatif antara penggelapan pajak dan tarif pajak marginal.

Pendekatan lain mengenai studi empiris tax evasion adalah dengan eksperimen lapangan. Hal ini dilakukan Slemrod, Blumenthal, dan Christian (2001) yang menganalisis respons wajib pajak terhadap pemeriksaan (tax audit). Mereka mengirimkan surat kepada wajib pajak Minnesota, AS (sampel) bahwa SPT wajib pajak tersebut akan berpotensi untuk ‘diuji’. Surat ini akhirnya berhasil meningkatkan pembayaran pajak dari kelompok wajib pajak yang dikirimkan surat tersebut.

Baca Juga:
Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Eksperimen yang lebih besar dilakukan oleh Kleven et al. (2011) yang melibatkan 40 ribu wajib pajak orang pribadi di Denmark dan sebagian wajib pajak dipilih secara random untuk diaudit. Dari eksperimen ini disimpulkan bahwa audit mempunyai efek yang besar terhadap kepatuhan.

Teori dasar penghindaran dan penggelapan pajak sebelumnya hanya menyasar pada individu. Namun saat ini mengarah juga pada korporasi dan entitas lain. Selain itu, pemerintah di banyak negara telah meningkatkan perhatiannya terhadap isu penghindaran dan penggelapan pajak secara lintas batas. Sejak 2009, OECD dan negara-negara G20 mencari jalan untuk mengatasi persoalan tersebut, salah satunya dengan mendorong negara tax havens untuk menandatangani tax treaties atau Tax Information Exchange Agreements (TIEAs).

Johannesen dan Zucman (2014) menganalisis dampak dari kesepakatan tersebut menggunakan data bilateral terkait deposit bank. Mereka menemukan penandatanganan kesepakatan pertukaran informasi mendorong subjek pajak non-tax havens untuk tidak menaruh holding of bank deposit di negara tax havens.

Baca Juga:
World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Studi-studi empiris lainnya mengulas perspektif umum tentang penghindaran pajak. Isu sentral dalam mendefinisikan penghindaran pajak adalah keagresifan posisi wajib pajak terhadap ketentuan pajak yang berlaku. Stiglitz (1985) mengatakan salah satu prinsip yang menyebabkan terjadinya penghindaran pajak adalah penangguhan pajak yang timbul dari ‘doktrin realisasi’. Contohnya, capital gains atas aset baru dapat dipajaki jika aset itu dialihkan dan bukan saat ‘gains’ itu diakui (accrued). Tanpa aturan anti-avoidance, wajib pajak dapat leluasa memanfaatkan celah tersebut.

Buku ini juga menyoroti praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan multinasional yang disebut dengan base erosion and profit shifting (BEPS). Isu BEPS saat ini menjadi agenda multilateral yang diinisiasi oleh OECD dan G20. Terdapat ulasan literatur dan studi empiris yang mendalam mengenai BEPS dari Hine dan Rice (1994), Huizinga dan Laeven (2008), serta Dharmapala dan Riedel (2013) dalam buku ini.

Pada bagian akhir, buku ini memberikan catatan singkat mengenai perkembangan terkini terkait studi empiris penghindaran dan penggelapan pajak. Studi empiris tersebut telah berkembang dari cross-sectonal regressions yang sederhana ke eksperimen lapangan yang bersifat random dan berskala besar.

Baca Juga:
Kriteria Penghapusbukuan Piutang di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Penghindaran dan penghindaran pajak saat ini menjadi berita utama dan bagaimana upaya memeranginya menjadi isu sentral dalam desain kebijakan pajak. Dhammika Dharmapala telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyatukan literatur ekonomi tentang topik ini dengan kembali ke masa hampir 50 tahun lalu.

Kontribusi signifikan dari teori awal 1970-an hingga analisis empiris skala besar baru-baru ini disatupadukan dengan sistematis dan komprehensif. Buku ini memberikan referensi yang bagus untuk akademisi, pembuat kebijakan dan siapa pun yang tertarik untuk mendalami isu penghindaran dan penggelapan pajak.

Tertarik untuk membaca buku ini? Silakan berkunjung ke DDTC Library.*


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

29 Januari 2022 | 02:26 WIB

cara bacanya gimana ya min?

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 30 April 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Catat! Tiga Kondisi Ini Membuat WP Perlu Lakukan Pembukuan Terpisah

Rabu, 24 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS CUKAI

Ketentuan Kewajiban Menyelenggarakan Pembukuan di Bidang Cukai

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

BERITA PILIHAN