LAPORAN IMF

Cari Sumber Penerimaan Baru? Ini Saran IMF

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 17 Oktober 2020 | 13:01 WIB
Cari Sumber Penerimaan Baru? Ini Saran IMF

Kantor IMF di Washington DC, Amerika Serikat. (Foto: imf/i.pinimg.com)

JAKARTA, DDTCNews - International Monetary Fund (IMF) menyatakan kebijakan pajak karbon bisa menjadi pilihan ideal pemerintah untuk meningkatkan sumber penerimaan dan membuat ekonomi lebih ramah lingkungan.

Laporan World Economic Outlook (WEO) IMF edisi Oktober 2020 menyebutkan pajak karbon atau menerapkan kebijakan perdagangan emisi karbon relatif mudah dicapai kata sepakat secara politik.

Situasi berbeda jika pemerintah memperkenalkan jenis pajak baru lain pada masa pemulihan ekonomi. "Pajak karbon akan meningkatkan biaya untuk setiap emisi yang dihasilkan dan mungkin menghadapi lebih sedikit perlawanan politik," tulis WEO IMF, Rabu (14/10/2020).

Baca Juga:
Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

IMF menyatakan penerapan pajak karbon tidak hanya meningkatkan penerimaan negara. Instrumen fiskal ini juga dapat mendorong inovasi dan menjadi produk substitusi atas sumber energi fosil seperti minyak bumi dan batu bara.

Pasalnya, dengan penerapan kebijakan ini menjadi instrumen subsidi pemerintah untuk mengembangkan sumber energi ramah lingkungan dengan penerapan beban pajak atas penggunaan energi fosil.

Perangkat fiskal dengan pajak karbon juga menjadi jaminan pemerintah kepada pelaku usaha untuk melakukan investasi pada pengembagan sumber energi rendah emisi.

Baca Juga:
Di Forum IMF, Sri Mulyani: Konsolidasi Fiskal Tak Ganggu Perekonomian

Dengan demikian pengembangan teknologi dan infrastruktur untuk energi ramah lingkungan tidak hanya menjadi beban pemerintah tapi juga ikut dilaksanakan oleh sektor swasta.

Namun, IMF memberikan penekanan langkah kebijakan pajak karbon merupakan strategi fiskal jangka panjang. Oleh karena itu, terdapat beberapa implikasi negatif penerapan kebijakan ini dalam jangka pendek terutama pada periode awal implementasi kebijakan.

Laporan tersebut menyebutkan karena orientasi kebijakan fiskal jangka panjang maka terdapat potensi pajak karbon akan menekan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek.

Baca Juga:
Singapura Resmi Naikkan Tarif Pajak Karbon sekitar Rp296.000 per Ton

Hal ini disebabkan harga energi ramah lingkungan pada fase awal akan relatif lebih mahal. Hal ini akan memengaruhi kelompok masyarakat miskin karena meningkatnya biaya hidup untuk memenuhi kebutuhan energi.

Selain itu, pergeseran sumber energi tidak hanya berpotensi menciptakan sumber pekerjaan baru, tapi pada sisi lainnya akan menghilangkan lapangan pekerjaan untuk kegiatan yang berhubungan dengan produksi energi fosil.

"Efek negatif dari penerapan pajak karbon dapat berkurang jika hasil penerimaan dari penetapan harga karbon lewat kebijakan fiskal digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan lebih banyak investasi produktif yang ramah lingkungan," imbuhnya. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

17 Oktober 2020 | 20:31 WIB

Pajak karbon jika diterapkan di Indonesia kemungkinan akan mendapat penolakan dari masyarakat. Pemerintah mungkin harus lebih mendorong perluasan pajak di sektor digital terlebih dahulu.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 22 April 2024 | 14:05 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

Senin, 22 April 2024 | 10:25 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Di Forum IMF, Sri Mulyani: Konsolidasi Fiskal Tak Ganggu Perekonomian

Kamis, 15 Februari 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Dorong Penerapan Carbon Capture Storage, Insentif Disiapkan

BERITA PILIHAN