KONSULTASI

UMKM Tidak Buat Laporan Realisasi PPh Final DTP, Apa Konsekuensinya?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 18 Juni 2020 | 13.49 WIB
ddtc-loaderUMKM Tidak Buat Laporan Realisasi PPh Final DTP, Apa Konsekuensinya?
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:
SESUAI ketentuan yang diterbitkan pemerintah, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah memperoleh Surat Keterangan untuk memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) diwajibkan melaporkan laporan realisasi. Lantas, bagaimana konsekuensinya apabila UMKM bersangkutan tidak menyampaikan laporan realisasi tersebut? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

Wibowo, Malang.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Wibowo atas pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan Bapak, kita dapat merujuk pada ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020).

Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) PMK 44/2020, wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu – wajib pajak yang yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak– harus menyampaikan laporan realisasi PPh final DTP melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H PMK 44/2020. Simak ‘Langkah-Langkah Pelaporan Realisasi Insentif Pajak Covid-19’

Secara sederhana, laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak merupakan laporan yang harus disusun dan disampaikan wajib pajak yang memanfaatkan insentif PMK 44/2020. Laporan realisasi tersebut diperlukan sebagai dasar bagi Ditjen Pajak (DJP) untuk menghitung jumlah dan nilai dari insentif yang diberikan. Selain itu, laporan realisasi juga digunakan untuk kepentingan pengawasan agar insentif yang diberikan tepat sasaran. Simak ‘Apa itu Laporan Realisasi Pemanfaatan Insentif Pajak?’

Kemudian, sesuai Pasal 7 ayat (2) PMK 44/2020, laporan realisasi PPh final DTP tersebut meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak termasuk dari transaksi dengan pemotong atau pemungut.  Lebih lanjut, insentif PPh final DTP diberikan berdasarkan laporan realisasi yang disampaikan oleh wajib pajak sepanjang wajib pajak tersebut telah memiliki Surat Keterangan sebelum laporan disampaikan. Simak pula ‘Cara Pelaporan Realisasi Insentif Pajak Covid-19 di DJP Online’

Hal tersebut juga ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. 29/PJ/2020 (SE-29/2020) yang merupakan aturan pelaksana dari PMK 44/2020. Dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa insentif PPh final DTP diberikan kepada wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu terhadap PPh final yang terutang atas penghasilan usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 dengan kriteria:

  1. menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP paling lambat tanggal 20 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir;
  2. wajib pajak mengajukan Surat Keterangan sesuai dengan PMK 44/2020 melalui laman www.pajak.go.id; dan
  3. Surat Keterangan tersebut harus sudah dimiliki paling lambat sebelum penyampaian laporan realisasi.

Berdasarkan ketentuan butir 3 huruf b SE-29/2020, kewajiban penyampaian SPT masa PPh dianggap telah dipenuhi, jika wajib pajak telah memenuhi ketiga poin di atas.

Selain itu, dalam SE-29/2020 juga diatur mengenai tata cara pengawasan pemanfaatan insentif PPh final DTP. Sesuai Butir 11 huruf b angka 2 SE-29/2020, apabila wajib pajak telah memperoleh Surat Keterangan dan memanfaatkan insentif PPh final DTP tapi tidak menyampaikan laporan realisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) PMK 44/2020, terdapat beberapa konsekuensi.

Pertama, wajib pajak tersebut tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final DTP. Kedua, wajib pajak tersebut wajib menyetorkan PPh final sebesar 0,5% atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23/2018 atau wajib melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan umum PPh atas penghasilan selain penghasilan dari usaha yang dikenai PPh final berdasarkan PP 23/2018. Ketiga, dikenai sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.