Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 turut memerinci implementasi sanksi penghentian penyidikan Pasal 44B UU KUP s.t.d.t.d. UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Merujuk pada Pasal 63 ayat (3) PP 50/2022, dijabarkan bahwa pemerintah akan menerapkan sanksi denda yang lebih tinggi bila wajib pajak atau tersangka diancam secara alternatif lebih dari 1 sanksi pidana.
"Dalam hal wajib pajak atau tersangka diancam secara alternatif lebih dari 1 sanksi pidana, diterapkan sanksi administratif yang paling tinggi," bunyi Pasal 63 ayat (3) huruf a PP 50/2022, dikutip Kamis (15/12/2022).
Sebagai contoh, seorang tersangka telah melakukan tindak pidana menggunakan faktur pajak fiktif yang mengakibatkan tersangka tersebut menyampaikan SPT Masa PPN yang isinya tidak benar. Terhadap wajib pajak ini, sanksi denda yang dikenakan adalah yang lebih tinggi, yakni sanksi Pasal 39A huruf a UU KUP.
Bila wajib pajak atau tersangka diancam secara kumulatif lebih dari 1 sanksi pidana maka sanksi denda Pasal 44B UU KUP diterapkan secara kumulatif.
Contoh, seorang tersangka melakukan tindak pidana menerbitkan faktur pajak fiktif sekaligus tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut. Atas tersangka ini, sanksi denda yang dikenakan adalah sanksi Pasal 39A huruf a UU KUP sekaligus Pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP.
Untuk diketahui, menteri keuangan dapat meminta jaksa agung untuk menghentikan penyidikan atas tindak pidana pajak dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan.
Penyidikan dihentikan hanya bila wajib pajak atau tersangka telah melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta dendanya sesuai dengan Pasal 44B UU KUP.
Bila wajib pajak atau tersangka melakukan tindak pidana Pasal 38 UU KUP, penyidikan bakal dihentikan bila wajib pajak melunasi kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi denda sebesar 1 kali jumlah kerugian negara.
Tindak pidana yang dimaksud pada Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT serta menyampaikan SPT yang tidak lengkap atau tidak lengkap karena kealpaan.
Jika wajib pajak atau tersangka melakukan tindak pidana Pasal 39 UU KUP, penyidikan dihentikan bila wajib pajak melunasi kerugian negara dan denda sebesar 3 kali lipat jumlah kerugian negara.
Adapun tindak pidana yang dimaksud pada Pasal 39 antara lain secara sengaja tidak menyampaikan SPT, menyampaikan SPT yang tidak benar atau tidak lengkap, menolak diperiksa, memperlihatkan pembukuan palsu, tidak menyelenggarakan pembukuan, hingga tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Bila wajib pajak atau tersangka melakukan tindak pidana Pasal 39A UU KUP, penyidikan dihentikan bila wajib pajak tersebut melunasi jumlah pajak pada faktur atau bukti potong/pungut ditambah denda 4 sebesar 4 kali lipat dari jumlah pajak pada faktur atau bukti potong/pungut.
Tindak pidana yang dimaksud pada Pasal 39A antara lain penerbitan dan penggunaan faktur pajak serta bukti potong/pungut fiktif serta penerbitan faktur pajak oleh orang yang belum dikukuhkan sebagai PKP. (sap)