Ilustrasi.
BANDUNG, DDTCNews - Pemprov Jawa Barat mengalami kesulitan dalam memungut pajak air permukaan (PAP). Hal ini pun jadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Hening Widiatmoko mengatakan ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam mengamankan setoran pajak air permukaan. Sebagian besar berasal dari bidang regulasi.
"Salah satu sebabnya karena ada peralihan pemungutan yang awalnya di daerah ke provinsi terutama masalah perizinan yang tidak lagi dikeluarkan oleh Dinas SDA," katanya dikutip pada Senin (20/9/2021).
Hening melanjutkan tantangan lainnya berasal dari administrasi pajak daerah. Pemprov memiliki kewenangan memungut pajak jika pengusaha memiliki surat izin pemanfaatan/pengusahaan air tanah (SIPA) dari Kementerian PUPR.
Imbas dari kebijakan tersebut membuat banyak potensi pajak yang tidak bisa digali pemerintah. Menurutnya, Bapenda memerlukan SIPA sebagai landasan menerbitkan nilai perolehan air (NPA) kepada pengusaha yang menggunakan air tanah.
"Padahal banyak sekali potensi yang dapat dipungut dari perusahaan, tetapi karena belum memiliki SIPA maka tidak berani diterbitkan Nilai Perolehan Air (NPA) sebagai dasar penagihan pembayaran pajak," ungkapnya.
Hening memerinci saat ini Bapenda Jabar mengelola 774 wajib pajak air permukaan. Wajib pajak aktif sejumlah 629 dan ada 110 wajib pajak pasif. Sisanya sebanyak 35 wajib pajak tidak melakukan operasional bisnis.
Sampai saat ini pemungutan pajak baru berlaku terhadap 528 wajib pajak yang sudah diterbitkan NPA. Sisanya 246 NPA tidak terbit karena faktor administrasi yang beragam.
"Dari 246 yang tidak terbit NPA, sebanyak 63 tidak memiliki izin, 96 habis masa izin, 33 tidak beroperasi/alih pemilik, 5 tidak lagi memanfaatkan air permukaan, dan 49 tengah proses cek lapangan," terangnya.
Sementara itu, KPK telah mengeluarkan rekomendasi kepada Pemprov Jabar untuk mengoptimalkan penerimaan pajak air permukaan. Penetapan dan penagihan pajak tetap dilakukan kepada perusahaan yang memanfaatkan sumber daya air di Jawa Barat.
"KPK sepakat dengan saran Kemendagri untuk dibentuk tim, mengumpulkan data perusahaan yang sudah memanfaatkan PAP dan melakukan kunjungan lapangan ke beberapa pelaku usaha," ujar Ketua Satgas Koordinasi dan Supervisi (KPK) Wilayah II KPK Dwi Aprillia Linda Astuti. (sap)