AMERIKA SERIKAT

Ini Alasan Kenapa Raksasa Teknologi Lebih Berharap Biden Menang

Nora Galuh Candra Asmarani
Senin, 09 November 2020 | 16.42 WIB
Ini Alasan Kenapa Raksasa Teknologi Lebih Berharap Biden Menang

Ilustrasi. (Foto: Chesnot/Geety Images/bbc.co.uk)

WASHINGTON, DDTCNews – Kendati mendapat banyak pemotongan pajak, sebagian besar petinggi dan pegawai perusahaan raksasa teknologi di Amerika Serikat (AS) justru lebih mendukung kemenangan Joe Biden ketimbang Donald Trump.

Profesor di Stanford Law School sekaligus Direktur Stanford Program in Law, Science and Technology Mark Lemley mengatakan banyak perubahan di bawah kepemimpinan Trump yang dapat mengancam kesuksesan raksasa teknologi.

Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan adalah pembatasan program visa kerja utama. Padahal, perusahaan teknologi sangat mengandalkan program tersebut untuk mempekerjakan pekerja asing yang terampil.

“Silicon Valley berhasil karena semua orang ingin datang ke sini untuk bersekolah dan bekerja. Terlepas dari tantangan imigrasi, ada kekhawatiran Amerika dan Silicon Valley mungkin tidak memegang posisi itu dalam penghargaan dunia di masa depan,” ungkap Mark, Kamis (5/11/2020)

Untuk itu, dia menilai berbagai kendala tersebut bisa berubah jika Biden memenangkan pemilu. Secara lebih terperinci, berikut beberapa masalah utama yang dihadapi Silicon Valley dan pendapat para ahli tentang sikap Biden.

Pertama, masalah pembatasan imigran. Silicon Valley mengutuk pembatasan program visa yang diteken Trump. Terkait hal ini, Biden telah berjanji untuk mengambil sikap yang lebih terbuka tentang imigrasi. Biden dalam proposal kebijakannya berencana untuk membebaskan batasan imigrasi.

Analis DA Davidson Tom Forte mengatakan kebijakan tersebut sangat baik terutama bagi perusahaan raksasa teknologi "Secara historis, kebijakan yang lebih ramah imigran bermanfaat bagi raksasa teknologi,"  kata Forte.

Kedua, masalah perang dagang dengan China. Pemerintahan Trump mengambil pendekatan agresif terhadap banyak masalah yang terkait dengan China dan teknologi, termasuk memberikan sanksi kepada beberapa perusahaan teknologi Tiongkok seperti Huawei, dan TikTok.

Gedung Putih juga menerapkan tarif pada barang-barang AS yang dibuat di China. Trump juga mengatakan ingin perusahaan teknologi membawa manufaktur dan produksinya ke AS. Berbagai sikap Trump tersebut dianggap menciptakan ketidakpastian bagi rantai pasokan teknologi.

Penerapan tarif juga memaksa perusahaan mempertimbangkan kembali manufaktur di China dan mengancam menaikkan harga bagi konsumen. Banyak analis Wall Street memperkirakan Biden akan mengambil sikap yang sedikit lebih lunak perihal teknologi dan kebijakan terkait dengan China.

Analis Wedbush Dan Ives mengatakan dalam sebuah catatan kepada investor awal pekan ini jika langkah Biden bisa membantu mengurangi risiko perusahaan teknologi AS kehilangan pelanggan di pasar utama China. Apple, misalnya, mengandalkan China untuk sekitar 15% penjualannya.

“Itu bisa mengurangi risiko perusahaan teknologi AS kehilangan pelanggan di pasar utama Negeri Panda,” tulis analis Wedbush Dan Ives dalam laporannya

Ketiga, Section 230. Adapun section 230 atau pasal 230 pada Undang-undang (UU) Kepatutan Komunikasi (Communications Decency Act) pada dasarnya mengatur tentang perlindungan bagi perusahaan media sosial dari tanggung jawab atas konten yang diunggah oleh penggunanya.

Meski sama-sama ingin mencabut pasal tersebut, para ahli memperkirakan Biden akan mengambil pendekatan yang berbeda.  Selain itu, pelaku industri juga memuji pemilihan Kamala Harris sebagai calon wakil presiden Biden, mengingat pengalamannya dalam menangani masalah teknologi.

Seperti dilansir, mercurynews.com kendati ada risiko kenaikan pajak dan pengaturan yang lebih ketat, banyak pemimpin perusahaan AS yang berujar lebih menyukai Biden. Pasalnya, mereka menilai tindakan Biden lebih dapat diprediksi daripada Trump.

Adapun saat ini warga AS memang tengah menantikan hasil pilpres yang telah dilaksanakan pada 3 November 2020. Hingga saat ini, hasil perhitungan BBC menunjukkan Biden unggul sementara dengan 243 suara elektoral dan Trump yang memperoleh 214 suara. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.